Pandangan Keliru
Dalam
sesi kunjungan ke rumah warga jemaat, disampaikan banyak hal termasuk soal anak
mereka yang telah meninggalkan iman Kristen. Apakah yang dapat dikatakan soal
ini: haruskah kita bersedih? Ataukah, kita berkomentar bahwa soal kepercayaan
adalah soal kebebasan pribadi seseorang dan karena itu seorang anak dapat
memilih yang terbaik bagi dirinya. Benarkah pendapat macam ini secara iman?
Coba pikirkan bagaimana orang tua merancang pendidikan terbaik bagi anak mereka sejak dini! Mereka dengan gembira menyebut bahwa anak mereka belajar di sekolah-sekolah favorit dengan uang sekolah jutaan rupiah. Apakah kekayaan dan kepandaian menjadi jaminan bahwa seseorang dapat menjadi pengikut Yesus yang setia? Apa pula maksud Yesus ketika berkata “lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Mat 19:24)
Coba pikirkan bagaimana orang tua merancang pendidikan terbaik bagi anak mereka sejak dini! Mereka dengan gembira menyebut bahwa anak mereka belajar di sekolah-sekolah favorit dengan uang sekolah jutaan rupiah. Apakah kekayaan dan kepandaian menjadi jaminan bahwa seseorang dapat menjadi pengikut Yesus yang setia? Apa pula maksud Yesus ketika berkata “lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Mat 19:24)
Alasan Meninggalkan Kekristenan
Sebuah
survey dilakukan dalam skala terbatas untuk mencari tahu: mengapa begitu banyak
pemuda-pemudi meninggalkan iman mereka. Hasil penelitian mereka diterbitkan
dalam Review of Religious Research dengan
paparan sebagai berikut. Alasan pertama karena kemunafikan: 38 % berkata mereka
melihat perilaku anggota gereja berbeda dengan kepercayaan yang mereka anut.
Alasan kedua: 36% berkata bahwa Kekristenan tidak berhasil memecahkan masalah
kehidupan. Alasan ketiga: 30 % berkata bahwa pelajaran di sekolah bertentangan
dengan pengajaran yang mereka terima di gereja. Dan alasan terakhir, bahwa mereka membaca buku-buku yang
bertentangan dengan agama mereka. Dalam konteks lokal, dapat disinyalir bahwa
sebagian pemuda-pemudi kristen meninggalkan imannya karena alasan materi dan
sosial. Mereka berharap memperoleh pekerjaan dan kedudukan tinggi di tengah
masyarakat sehingga dengan mudah menyangkal imannya demi mendapatkan semuanya.
Gambaran
di atas bukan untuk melemahkan kita. Kita justru diingatkan bahwa tantangan
yang ada bukan untuk ditangisi tetapi ditanggapi dengan bijak. Tidak pada
tempatnya mencari kambing hitam dan lalu menyebutnya sebagai takdir dan sebuah
kesialan hidup. Tuhan Yesus mencela mereka yang lalai menggunakan
tanggungjawabnya dengan menyebut mereka sebagai hamba jahat dan malas; mereka adalah
hamba tidak berguna dan patut
dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap (Matius 25:26-30).
Langkah Iman Bersama
Kemunafikan
bukanlah perilaku dari orang tak beragama. Justru kemunafikan didemontrasikan
para penganut agama sehingga Yesus menyebut mereka sebagai orang-orang yang
celaka (Matius 23:13-29). Dengan bahasa sederhana Yesus menyebut mereka sebagai
orang yang tidak tulus: "Benarlah
nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa
ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma
mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah
manusia. ” (Markus 7:6-7). Mereka senang menghakimi orang lain (Lukas 6:24)
dan menjadikan hidup saudara mereka dua kali lebih jahat (Matius 23:15). Dalam
hal ini, kita perlu memohon agar Roh Kudus membimbing kita untuk cakap sebagai
pendengar dan pelaku Firman yang benar
(Yakobus 1:22). Sebagai orang tua
Kristen, kita diminta membawa anak-anak kita sedini mungkin dan mempercayai
berkat Allah yang menjamin masa depan mereka (Matius 19:14). Tugas kita adalah
terus membimbing dan menguduskan anak-anak kita di hadapan Allah lewat doa,
ibadah dan perbuatan baik agar mereka bukan anak-anak yang mengutuki Allah
dalam hatinya (Ayub 1:5). Jika kita mengasihi Tuhan Yesus, maka kita takkan pernah
membiarkan anak-anak itu terhilang. Kita pasti berusaha mencari dan
menyelamatkannya sama seperti Yesus yang mencari orang-orang berdosa agar
beroleh keselamatan dan kebahagiaan hidup selamanya (Lukas 19:10). Beban
mencari yang hilang bukan beban perorangan, tetapi beban bersama untuk memenuhi
hukum Kasih Kristus (Galatia 6).
GPIB Sejahtera
Bandung, Minggu, 3 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar