Ayat Emas
Kolose
3:21 menjadi ayat emas bagi anak-anak sebab mereka memiliki harapan indah
tentang gambaran ideal sosok bapa kristiani. Ayat itu ringkas dan mudah
dihafal, “Hai bapa-bapa, janganlah
sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya”. Tentu saja kecendrungan
anak-anak atas ayat ini, hendak menegaskan bahwa mereka senang atas kebenaran
firman Allah yang semestinya tidak hanya dapat diingat dan dikhotbahkan, tetapi
dapat dialami dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Mereka menyebut mudah ayat itu
agar tercipta kegembiraan dan kebahagiaan dalam hidup keluarga. Tidak hanya
seorang bapa yang ramah kepada anaknya tetapi juga mengasihi dan mencintai ibu
mereka. Cobalah luangkan waktu berkomunikasi dengan anak-anak dan minta mereka
menghafal ayat ini. Dengan cepat dan tangkas mereka dapat katakan tanpa salah.
Kebenaran firman Tuhan ini tiba-tiba menjadi pedang bermata dua yang
mengungkapkan keburukan tiap bapa yang gagal mengasihi anak-anak mereka dengan
perkataan dan perbuatan.
Citra Ilahi
Alkitab
menghargai peran seorang bapa yang bertanggungjawab atas kesejahteraan
anak-anak mereka, sebagaimana Matius 7:9-11, “Adakah seorang dari padamu yang
memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia
meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada
anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada
mereka yang meminta kepada-Nya." Tugas seorang bapa duniawi yang baik itu
jadi gambaran tentang Bapa Sorgawi yang mengasihi dan meluluskan permintaan
anak-anak-Nya. Menjadi seorang bapa kristen berarti hidup dengan pimpinan Roh
Kudus dan menjadi milik Kristus sehingga mampu menjadi sosok bapa dengan citra
ilahi yang mendengar, memperhatikan dan menjawab permintaan tiap anak serta mengampuni
kesalahan anak-anak tanpa dendam dan luka.
Sekarang
kita mendapati anak-anak yang memberontak dan lari dari rumah untuk memperoleh perhatian
dan kasih sayang dari orang lain. Anak-anak yang menerima kekerasan dalam rumah
tangga (kdrt) memang mengalami instabilitas emosional dan ketidakpercayaan
kepada Allah. Hilangnya sosok bapa dalam keluarga, dapat berakibat fatal bagi
keselamatan anak sebagaimana peristiwa yang terjadi di Bali. Orang tua tidak
pada tempatnya mengeluhkan kesukaran hidup sebagai alasan untuk marah terhadap
anak-anak dan menyakiti mereka. Rasul Paulus membantu kita percaya pada
pertolongan Allah, “Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan
begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami
merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi,
supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya
kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.” (2 Kor 1:8-9) Adalah tugas setiap
bapa kristen memberikan semangat hidup
dan menguatkan kepercayaan anak-anak kepada Tuhan Yesus sehingga mereka dapat
melakukan perkara-perkara besar bagi kemuliaan Allah Bapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar