Of Pain And Gain
Many sorrows shall be to the wicked; but he who trusts in the Lord, mercy shall surround him. —Psalm 32:10
Bible in a year:
1 Samuel 30-31; Luke 13:23-35
During summer training camp, the coaches on one football team wore T-shirts intended to urge their players to exert maximum effort. The shirts bore the motto, “Each day you must choose: The pain of discipline or the pain of regret.”
Discipline is tough—and something we may try to avoid. But in sports and in life, short-term pain is often the only path to long-term gain. In the heat of battle it is too late to prepare. Either you are ready for the challenges of life or you will be haunted by the “what ifs,” “if onlys,” and “I should’ves” that accompany the failure to be prepared. That’s the pain of regret.
One source defines regret as “an intelligent and emotional dislike for personal past acts and behaviors.” It’s painful to look back at our choices through the lens of regret and feel the weight of our failures. This was the case for the psalmist. After a personal episode of sin and failure, he wrote, “Many sorrows shall be to the wicked; but he who trusts in the Lord, mercy shall surround him” (Ps. 32:10). In the clarity of hindsight, he saw the wisdom of a life that strives to honor the Lord—a life that does not need to be marked by regret.
May our choices today not result in regret, but rather be wise and God-honoring.
In You, O Lord, we take delight,
Our every need You can supply;
We long to do what’s true and right,
So, Lord, on You we will rely. —D. De Haan
Present choices determine future rewards.
Our Daily Bread, April 16, 2011 — by Bill Crowder
Baca: Mazmur 32
Bersakit-sakit Dahulu
Banyak kesakitan diderita orang fasik; tetapi orang percaya kepada TUHAN, dikelilingi-Nya dengan kasih setia. —Mazmur 32:10
Bacaan Untuk Setahun:
1 Samuel 30–31 * Lukas 13:23-35
Selama mengikuti pelatihan musim panas, para pelatih dari suatu tim sepakbola sama-sama memakai kaos yang dirancang untuk mendorong pemain mereka supaya berlatih secara maksimal. Pada kaos itu tertulis moto: “Tiap hari pilihlah: sakitnya disiplin atau pedihnya penyesalan”. Disiplin adalah hal yang sulit—dan kita mungkin berusaha menghindarinya. Namun, dalam dunia olahraga maupun kehidupan, bersakit-sakit dahulu untuk jangka waktu singkat sering menjadi satu-satunya jalan supaya dapat bersenang-senang untuk jangka waktu yang lama.
Dalam suatu pertempuran yang sengit, terlambat sudah kalau masih bersiap-siap. Pilihannya: Anda harus siap sedia menghadapi segala tantangan hidup atau Anda akan terus dibayangi pemikiran “bagaimana jika”, “seandainya saja”, dan “seharusnya aku” yang muncul ketika Anda gagal mempersiapkan diri. Itulah pedihnya penyesalan.
Sebuah tulisan mendefinisikan penyesalan sebagai “ketidaksukaan emosional dan intelektual terhadap tindakan dan perilaku diri yang terjadi di masa lalu.” Sungguh menyakitkan ketika melihat kembali keputusan kita dengan kacamata penyesalan dan merasakan beban dari kegagalan kita. Itulah yang dialami sang pemazmur. Setelah melalui kejatuhan dosa dan kegagalan pribadi, ia menulis, “Banyak kesakitan diderita orang fasik; tetapi orang percaya kepada TUHAN, dikelilingi-Nya dengan kasih setia” (Mzm. 32:10). Ketika melihat dengan jelas apa yang ada di belakang, ia melihat kebajikan dari suatu hidup yang berusaha memuliakan Tuhan—hidup yang tak perlu diwarnai penyesalan.
Kiranya pilihan kita hari ini tidak berakhir dengan penyesalan, melainkan suatu pilihan yang bijaksana dan memuliakan Allah. —WEC
Padamu, oh Tuhan, kami bersukacita,
Setiap keperluan kami, Engkau sediakan;
Kami rindu melakukan apa yang baik dan benar,
Tuhan, pada-Mu kami akan bersandar. —D. De Haan
Pilihan saat ini menentukan hasil di masa mendatang.
Santapan Rohani, Sabtu, April 16 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar