Sponsors

"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik." Luk. 4:18"

Theme Support

Agenda. ----- Retreat Presbiter GPIB Sejahtera Bandung, Sekesalam 27-28 Januari 2017, Pembina: Pdt Susy Rumeser-Thomas, MTh dan Pdt Stephen Sihombing, MTh ----- Penggalangan Dana Panitia Pembangunan gereja GPIB Sejahtera bandung, Minggu 22 Januari 2017 jam 08.00 WIB PF. Pdt. Jacoba Marlene Joseph, MTh ---- PS GPIB ke-XX 26-31 Oktober 2015, Swiss Bell Hotel, Balikpapan, Kalimantan Timur ---- Ibadah Minggu 26 Juli 2015 jam 07.00 --- Ibadah Nuansa Budaya Minahasa Minggu 26 Juli 2015 jam 09.00 Pdt. Drs. J. Sompotan, S.Th dan Pembinaan Presbiter Sabtu 25 Juli 2015 jam 17.00 ---- PF Minggu 19 Juli 2015 Sejahtera bandung 07.00 dan 09,00 --- Perjamuan Kudus Minggu 12 Juli 2015 Sejahtera Bandung 07.00 ---- Pembahasan Rantap PS XX GPIB di Hotel Marbela Bandung --- PF Minggu 5 Juli 2015 Sejahtera Bandung 07.00 dN 09.00 Peneguhan Pelayan dan Pengurus ke - 6 Pelkat --- PF Minggu 10 Nov 2013 di Jemaat Pondok Ungu jam 06.00 dan 10.00 --- Perayaan HUT GPIB ke-65, Selasa 5 Nov 2013 di Tenis Indoor Senayan Jakarta --- Pembinaan Penelaahan Alkitab di Wisma Kinasih, Bogor, Minggu 3 November 2013 ---- PF di jemaat Pondok Ungu Bekasi dan jemaat GPIB Kharis Jakarta 30 Juni 2013 ----- Pemilihan Korwil Pelkat Mupel Bekasi 4 Mei 2013 di jemaat GPIB Gloria Bekasi ----- Sertifikasi Pengajar katekisasi 18-20 April 2013 di MDC Gadog ---- Sidang tahunan dan Sidang Wilayah Mupel Bekasi 4-5 Maret 2013 di MDC Gadog ---- PF di Jemaat Pondok Ungu jam 6 dan 10.00 serta di Gloria Bekasi Minggu 3 Maret 2013 jam 17.30 WIB ---- PF di Jemaat Zebaoth Bogor beserta PS Jemaat GPIB Pondok Ungu jam 09.00 wib --- Pembinaan pelkat di Jemaat GPIB Marturia Jakarta Timur 2 Maret 2013 jam 18.30 ---- Lokakarya RKA GPIB Pondok Ungu, 1-2 maret 2013 di Vila Saiya Cipayung, Bogor --- PST GPIB di Makassar 19-21 Februari 2013 ---PF di GPIB Pondok Ungu jam 10.00 dan di GPIB Efatha Jakarta jam 17.00 Minggu 10 Februari 2013 --- SMJ GPIB Pondok Ungu Triwulan 3, Minggu 10 Februaru 2013 ---- Peneguhan Pelkat GPIB Pondok Ungu 3 Februari 2012 oleh Pdt PH Sitorus, MSi ----- Perjamuan Kudus 10 Oktober 2012 di GPIB Pondok Ungu, jam 06.00 dan 10.00 WIB, ---- Peneguhan Diaken dan Penatua GPIB Pondok Ungu 2012-2017 pada Minggu, 23 September 2012 yang dilayani peneguhannya oleh Pdt. Marlene Josep, STh dan didampingi Pdt. SGR Sihombing, MTh, Pdt. Kolanus, MMin, Pdt. Hilda Sihasale, MMin, Pdt. Dina haba STh ---- Perjamuan Kudus Minggu Pentakosta, Minggu, 1 Juli 2012 jam 06.00 dan 10.00 WIB, Pemilihan Diaken dan Penatua GPIB Tahap Penetapan pada hari Minggu, 1 Juli 2012, Lokakarya Penulisan Sabda GPIB, 5-6 Mei 2012, TOT Pendeta materi bina diaken dan penatua, 3-4 Mei 2012 di Kinasih, Caringin Bogor, Lokakarya Materi Bina tahap II, 30 April-2 Mei 2012 di Ruang MS GPIB, Pelayanan Ibadah Minggu, 29 April 2012, Pelayanan Ibadah Minggu 31 Juli 2011 di jemaat GPIB PUP jam 10.00 wib --- SMJ GPIB PUP Triwulan 1, 31 Juli 2011 jam 12.00 wib, --- Pelayanan Ibadah Minggu, 22 Mei 2011 di jemaat GPIB Harapan Kasih jam 09.00 wib ---- 15 Mei 2011 di jemaat GPIB Menara Kasih, Bekasi, --- 8 Mei 2011 di jemaat GPIB Sion, Jakarta Barat jam 10.00 wib dan GPIB Efatha, Jakarta Selatan jam 17.00 wib, --- Pelayanan Ibadah Minggu, 1 Mei 2011, GPIB Pondok Ungu, Bekasi jam 06.00 wib dan 10.00 wib --- Ibadah Paskah, Minggu 24 April 2011, jam 05.00 wib ---- Perjamuan Kudus Jumat Agung, 22 April 2011, jam 06.00 dan 10.00 wib ---- Peneguhan anggota sidi baru, 17 April 2011, jam 10.00 wib ----, Retret Katekisasi terpadu GPIB Pondok Ungu, Harapan Indah, Harapan Baru dan Dian Kasih, 1-3 April 2011,---- Lokakarya Penyusunan RKA Sabtu, 26 Maret 2011 jam 13.00 --- Sidang Majelis Jemaat Triwulan 4, Minggu 24 April 2011, jam 12.00 WIB ---Pelayanan Minggu di jemaat GPIB Anugerah Bekasi jam 09.00 dan GPIB Harapan Kasih jam 18.00 ---.

Senin, 28 Februari 2011

bebas

tahun-tahun dalam bayang kematian. sosok-sosok dalam pasungan dewa angkara murka. tunisia, mesir, rezim dikator timur tengah dan afrika. monster dengan darah hitam terjungkal. pusaran angin puting beliung. kebebasan di pelupuk mata. tak ada yang abadi.

Pemburu Air Mata

Buat penggemar matahari, malam selalu menakutkan. Karena hanya pada malam, semua khayalan tentang iblis dan hantu memiliki tempatnya. Malam entah kenapa selalu memecahkan rongga-rongga dada dan membuat denyut jantung lebih cepat.

Terkadang gemerisik angin terlembut pun entah kenapa tetap membuat helaan napas menjadi lebih berat. Malam adalah waktu di mana hanya boleh dimiliki oleh orang-orang yang menahbiskan dirinya pada kekuatan hati. Benar hanya orang yang berhati kuat yang akan berani menghadapi malam. Seperti para pemberani di desaku. Suatu tempat amat elok di kaki gunung Jaganmantri. Gunung yang kontur tanahnya menyerupai payudara ranum ibu yang baru melahirkan itu benar-benar sangat cantik. Ibu semesta begitu setiap kali ada orang yang bertanya tentang arti Jaganmantri.

Desaku sangat indah luar biasa. Setiap pagi saat matahari pertama kali menyetubuhi bumi, genting-genting rumah berkilauan bersahut-sahutan dan dari kilau itu bermunculan warna-warni seperti pelangi yang menyilaukan memantul ke angkasa. Seperti selendang para bidadari bertebaran di langit yang begitu tampak selalu tertawa. Seluruh negeri ini tahu bahwa pantulan kilau dari genting itu adalah air mata yang membeku sehingga bisa dibentuk apa saja. Benar semua benda di desaku terbuat dari kristal-kristal airmata yang membeku. Mulai dari jalan desa, rumah-rumah, bahkan beberapa baju yang dipakai penduduk tebuat dari pintalan warna-warni kristal airmata.

Tidak ada satu orang pun tahu siapa yang pertama kali membuat adonan airmata sehingga bisa dibentuk menjadi apa saja itu. Desaku menjadi desa terindah di seluruh negeri dan airmata adalah hal yang sangat biasa ditemukan di sini. Penduduk desaku hidup dari airmata. Apapun yang kami lakukan selalu diiringi airmata. Bahkan ketika di saat-saat bahagia sekalipun, saat bersenang-senang, airmata selalu harus hadir di sana. Kami tidak mengenal airmata kesedihan ataupun kebahagiaan. Kami hanya mengenal airmata adalah napas. Seperti detak jantung yang berdentam setiap detik, airmata di desa ini pun adalah hidup mereka. Di sini diyakini orang yang semakin mengeluarkan airmata adalah orang yang benar-benar bahagia. Tak heran salah satu seniman nomor satu di desa ini mampu membuat satu komposisi dari lolongan tangis dan tawa sekaligus.

Konon komposisi ini pernah ditawar salah satu produsen besar dari ibukota, tapi seniman itu tak melepaskan karena si produser ternyata tidak bisa mengeluarkan airmata. Ke mana pun penduduk desa ini pergi mereka tampak selalu membawa tas berisi botol besar air mineral kosong dan spons. Karena ketika airmata merekan mengucur deras, segera disapunya dengan spons dan diperas hati-hati ke dalam botol air mineral tersebut. Sangat lazim telihat orang-orang membawa lebih dari satu botol. Airmata dari botol-botol tersebut terus dikumpulkan ke dalam sebuah koperasi unit desa untuk kemudian diolah menjadi potongan 2 baluk kristal airmata sebagai bahan dasar apa pun benda di desa itu. Potongan-potongan kristal itu terus diolah menjadi berbagai macam kebutuhan.

Begitulah desaku begitu damai dan nyaman penuh keberlimpahan dengan airmata. Airmata yang menjadi hidup dan juga bahagia. Orang-orang sederhana dengan airmata bercucuran ternyata membuat hati orang-orang di desaku menjadi orang-orang kuat luar biasa. Orang-orang yang pemberani. Bahkan malam dengan kepekatan akan duka sekalipun tak mampu membuat mereka menghindar dari gulita. Setiap menjelang senja, saat roh-roh tua mulai ingin mengembara, para lelaki di desaku segera keluar menghadap ke barat. Dengan penuh cinta dibungkukkan badan mereka dalam sikap berdoa. Mereka tidak menganggap matahari itu Tuhan, tetapi mereka percaya saat matahari mulai membakar kaki langit dengan ujung-ujung lidah apinya sehingga langit berubah kemerahan, saat itu pula seluruh alam raya ini menangis sejadi-jadinya. Nah, karena tangisan alam raya inilah maka mereka membungkuk menghormatinya karena mereka merasa bahkan alam raya turut merestui tangisan-tangisan yang mereka haturkan sebagai puja. Sungguh jika malaikat kesayangan Tuhan sekalipun pasti akan selalu merasa senang tinggal di desa itu. Desa yang penuh air mata, tetapi begitu bahagia luar biasa ini. Hingga suatu hari ada yang merubah segalanya.

Awalnya terjadi dari kedatangan salah satu warga yang sudah lama merantau. Entah karena sudah lama merantau hingga lupa bagaimana caranya mengeluarkan air mata atau memang dia tidak mau lagi mengeluarkan air matanya. Tentu saja pada awalnya para penduduk terheran-heran bagaimana bisa lelaki itu tidak lagi mengeluarkan air mata. Ketika ditanya mengapa dia tidak mengeluarkan air mata oleh kepala desa yang diyakini sangat sakti karena mampu mengeluarkan air mata seputih susu sungai-sungai sorga itu, jawabannya sungguh mengglegarkan “Airmata hanya untuk para perempuan. Lelaki tidak menangis. Karena hanya lelaki pengecut saja yang menangis.” Sungguh, kalimat itu seperti angin puting beliung yang merontokkan semua peradaban dalam satu helaan napas. Semua lelaki yang mendengarnya langsung tanpa sadar menghentikan air matanya. Sejak saat itu, terjadilah proses penghentian besar-besaran air mata oleh para lelaki di desa itu. Wajah-wajah lelaki di desa itu yang tadinya begitu ringan dan penuh dengan harapan, tiba-tiba menjadi tegang dan tampak sekali ada desakan-desakan air yang mati-matian ditahan di dalam sekat-sekat dadanya. Benar, lelaki tidak menangis. Begitu jargon baru yang terjadi didesa itu dan itu fatal.

Sejak saat itu pula para lelaki menempatkan dirinya lebih tinggi daripada para perempuan di desa itu. Lelaki-lelaki yang tadinya mau membantu para perempuannya memasak, menjahit dan mengurus anak tiba-tiba menjadikan diri mereka tuan. Air mata hanya milik kaum perempuan. Karena hal ini, maka sejak hari lelaki berhenti menangis, tidak ada lagi lelaki yang membawa botol mineral kemana-mana. Koperasi pengolah air mata mulai kesulitan pasokan karena hanya kaum perempuanlah yang menyetor air mata. Tentu saja pasokan itu tidak akan cukup mensuplai kebutuhan. Terlebih kompisisi mineral air mata lelaki dan perempuan berbeda. Balok-balok kristal air mata menjadi menurun kualitasnya. Orang akhirnya mencampurnya dengan air untuk memproduksi apa saja. Tentu saja ini sama sekali menghancurkan. Setiap pagi pelangi-pelangi yang berkilau karena terpaan matahari di atap-atap kristal air mata rumah-rumah penduduk mulai berkurang kadar warnanya. Meredup pelan-pelan seperti detak jarum yang berputar terbalik, makin lama warna itu makin samar dan begitu tipisnya.

Desa itu benar-benar menjadi desa yang sedih sesedih-sedihnya. Air mata menjadi barang langka, tetapi kesedihan menjadi begitu berakar. Hingga satu hari koperasi pengelola balok kristal air mata itu menyatakan bangkrut. Mereka tak sanggup lagi berproduksi karena suplai air mata hampir tidak ada lagi. Air mata yang tersedia begitu buruk kualitasnya karena hanya air mata perempuan sehingga tidak mampu lagi membuat kristal yang solid tanpa air mata lelaki. Ketika menyadari bahwa balok kristal air mata tidak ada lagi, mulailah mereka panik. Kepala desa membunyikan kentongan tanda para lelaki harus berkumpul, “Ini sebuah kesalahan, lelaki boleh menangis karena kita butuh air mata untuk kelangsungan hidup kita, mari kita menangis lagi.” Dia pun mulai mengejap-kejapkan matanya untuk memanggil roh air mata agar kembali hadir, tanpa sadar semua lelaki yang hadir mengikutinya. Tetapi roh air mata mereka memang sudah tidak ada lagi. Mereka pun mulai panik. Semakin keras mereka berusaha, semakin air mata tidak lagi keluar. Bahkan karena terlalu keras hanya darah yang keluar dari mata mereka. Tentu saja itu bukan air mata karena berwarna merah. Air mata seperti suara Tuhan, begitu bening dan sejuk.

“Roh air mata itu harus kita cari, kalau perlu ke ujung dunia pun harus kita buru,” begitu akhirnya keputusan kepala desa itu dalam keputuasaannya. Begitulah, sejak hari itu banyak lelaki keluar dari desaku. Mereka memburu air mata ke seluruh pelosok negeri. Ada yang berhasil ada pula yang tidak. Ada yang pulang dengan membawa bergalon-galon air mata, ada yang mengirimkan lewat kilat khusus, tetapi ada juga yang pulang hampa sia-sia. Lelaki perantau pencetus gagasan penghapusan air mata bagi lelaki itu menghilang entah kemana. Konon, ada yang pernah melihat dia secara diam-diam menghilang ke atas gunung dalam penyesalannya karena telah membuat desanya menjadi berantakan. Tetapi ada juga rumor yang menyebutkan bahwa saat dia menyebarkan propaganda anti air mata itu sebenarnya dia telah disuruh oleh setan yang tidak pernah ingin melihat manusia bahagia. Entah benar atau tidak, yang jelas sekarang ini sangat jarang ditemui lelaki di desaku. Kebanyakan mereka telah menjadi pemburu air mata. Mereka akan sangat mudah ditemui di kota-kota besar maupun kecil. Dengan berbagai cara mereka akan membuat orang-orang menangis, yang paling sering dilakukan adalah menjadi pendongeng cerita-cerita sedih dimana ketika para penonton beramai-ramai menangis maka si pendongeng akan buru-buru mengambilnya dengan sponsnya dan dimasukkan kedalam botol air mineralnya.

Demikianlah, desaku yang tadinya begitu damai dan indah kini menjadi sunyi. Kesunyian yang begitu menyayat. Kesunyian yang melahirkan pekat. Seloka-seloka yang disenandungkan perempuan yang tinggal hanyalah senandung kesepian yang dibungkus rapat dengan kerinduan, karena para lelaki mereka menjadi pemburu air mata dan tidak tahu kapan mereka pulang. Benar-benar desa yang tidak bahagia. Mereka sering sekali merindukan waktu lalu, dimana air mata begitu mudah didapat, sangat bening seperti hati. Mereka begitu mendendam kepada lelaki pencetus ide penghapusan air mata. Dendam yang melahirkan bara di dada. Bara yang melahirkan air mata api.

Air mata menjadi makin langka. Air mata pada akhirnya melahirkan hanya lolongan. Air mata pada akhirnya menjadi absurd maknanya dan para pemburu air mata tak pernah lelah memburunya karena mereka benar-benar tahu bahwa hidup mereka akan kembali penuh dengan air mata. Ya, karena dari air mata akan melahirkan tawa.

Ubud, 20 Januari 2010
Untuk air mata-air mata yang menjadi guruku.

IBU PULANG

IBU PULANG

Kringg!! Itu dering telepon kedelapan. Aku tahu pasti siapa peneleponnya. Nenek.

Dia masih saja berusaha membujukku untuk pulang. Padahal jelas-jelas aku sudah mengatakan kepadanya kemarin bahwa Natal tahun ini aku tak pulang. Ya. Pulang. Rumah Nenek adalah rumah untuk pulang. Aku dibesarkan olehnya. Juga oleh ayahku. Tapi tidak oleh ibuku.

Ibu. Itulah alasan Nenek untuk menyuruhku pulang. ”Sudah lima tahun kamu ndak pulang Wid. Tahun ini kamu harus ada. Ibumu pulang,” kata Nenek kemarin lewat telepon. Aku tidak mengiyakan. Tidak pula menolak. Aku hanya meminta Nenek untuk meneleponku lagi keesokan harinya, dengan alasan aku harus meminta izin bosku untuk bisa cuti.

”Nenek akan telepon kamu besok sore ya. Jangan lupa,” tegas Nenek.

Nenek memang tipe orang yang suka mendesak. Kupikir-pikir sekarang, sifatnya itu memang aku perlukan. Jika tidak, mungkin aku akan mati. Atau akan jadi pengangguran di rumah. Atau pasrah saja jika ada orang yang melamarku. Atau jadi gila. Namun semua pilihan itu tidak terjadi padaku. Berkat Nenek. Dengan keras kepala, dia akan menyuruhku ini itu. Membangunkanku agar tak terlambat ke sekolah. Menyiapkan makanan untukku, hingga memilihkan kursus apa saja yang ketika tiba waktunya, ternyata memang berguna. Toh ketika aku sudah bisa hidup dengan kemampuanku sendiri, bahkan bisa dibilang berlebih, Nenek tak pernah sedikit pun meminta apa pun dariku. Dia hanya memintaku untuk pulang setiap Natal.

Dibanding Nenek, Ayah tak memiliki pengaruh apa pun buatku. Dia sama mati surinya denganku. Membeku. Diam. Hanya melihatku dengan matanya, tapi tidak dengan jiwanya. Dia sering hanya menghabiskan waktu di kamarnya, atau di kebun, atau di perpustakaan, atau di teras rumah. Aku sendiri tak tahu apa yang dikerjakannya. Di kemudian hari, kutemukan banyak sekali sketsa berisi sosok Ibu dan diriku di kamarnya.

Kata Nenek, Ayah menjadi pendiam seperti itu sejak kepergian Ibu. Saat aku berusia tiga tahun, Ibu pergi dari rumah tanpa pamit. Dia baru bilang keberadaannya setelah dua tahun kemudian. Sepucuk surat datang pada suatu sore. Dikirim dari Brooklyn, New York. Di surat itu, Ibu mengabarkan bahwa dia baik-baik saja dan lebih memilih tinggal di sana. Dia berjanji suatu saat akan pulang.

Janji itu ditepatinya saat ini. Ketika aku sudah berusia seperempat abad. Usia di mana aku sudah tak membutuhkannya lagi. Saat di mana aku sudah memiliki pendapat sendiri tentang konsep Ibu. Tentang perlu tidaknya memiliki seorang ibu dalam hidupku. Tentang tidak semua perempuan bisa dan harus menjadi Ibu.

Buatku, Nenek lebih dari seorang Ibu. Bahkan juga menjadi Ayah bagiku. Jadi aku merasa tak perlu untuk menemui Ibu. Tidak untuk Natal kali ini, maupun di hari yang lain. Namun Nenek begitu mendesakku untuk pulang. Lima Natal sebelumnya, aku tidak lagi pulang dan Nenek tidak berkata apa pun. Dia sudah sangat mengerti aku telah memiliki kehidupan sendiri. Justru karena aku lama tak pulang inilah, Nenek menggunakannya sebagai senjata untuk memaksaku.

”Nenek ndak masalah kamu sudah lama ndak pulang. Bahkan Nenek juga ndak pernah minta apa pun dari kamu kan? Sekarang Nenek cuma minta kamu pulang, tapi kamu masih mikir-mikir. Sudahlah. Jika kamu ndak mau pulang karena ibumu, setidaknya kamu

pulang buat Nenek,” pinta Nenek dengan nada kesal. Ketimbang memelas atau mengiba, Nenek memang lebih nyaman untuk bersikap

marah atau ngambek. Setahuku dia memang bukan tipe nenek-nenek tua yang lemah. Tak heran jika dia masih bisa mengurus rumah

sendiri di usia hampir 80 tahun hingga dua tahun lalu, kusewa seorang pembantu untuk membantunya. Usul yang ditolaknya mentah-mentah, namun Nenek berhasil kuancam untuk tidak mengusirnya.

”Dia sudah tidak punya rumah lagi, Nek. Kalau Nenek mengusirnya, dia bisa bunuh diri,” kataku.

Sesuai dengan iman Kristianinya yang begitu kuat, Nenek sangat membenci bunuh diri. Karena itulah dia mati-matian menjagaku dan Ayah untuk tidak mengakhiri hidup dengan tangan sendiri.

Pikiran tentang mengakhiri hidup sebenarnya tak pernah terlintas di benakku. Tidak dengan Ayah. Aku tahu dia sudah tak ada

keinginan hidup tanpa Ibu di sisinya. Namun setelah bertahun-tahun kemudian, aku jadi berpikir mungkin karena kesetiaannya

itulah Ibu pergi meninggalkannya.

***

Akhirnya aku memutuskan untuk pulang tepat pada malam Natal. Nenek terlihat kesal karena aku melewatkan misa malam Natal di

gereja. Aku memang sengaja karena aku tidak berminat bertemu dengan orang-orang yang mungkin masih mengenalku jika aku misa

bersama Nenek di gereja kota kecil ini. ”Padahal tadi aku bertemu dengan teman-teman misdinarmu dulu, lho. Mereka sudah

berkeluarga dan punya anak,” kata Nenek sambil menata piring di meja untuk makan malam. Aku hanya mengangguk malas.

Sejak aku tiba di rumah Nenek, aku memilih diam. Apalagi ketika bertemu Ibu. Begitu aku memasuki rumah, Nenek langsung

menarikku ke ruang makan dan memperkenalkan seorang perempuan yang sedang duduk di kursi makan. Begitu melihatku, dia

segera berdiri.

”Wid, apa kabar?” ujarnya sambil mengulurkan tangannya, mengajakku bersalaman. Kedua telapak tangan kami berjabatan.

Seperti sepasang asing yang baru akan memperkenalkan diri.

”Baik. Bagaimana perjalanan Ibu?” tanyaku sambil menarik kursi di dekatnya.

Dan mengalirlah pembicaraan di antara kami bertiga: aku, Ibu, dan Nenek.

Ibu seorang perempuan yang tenang. Cara bicaranya teratur. Senyumnya tipis dan seperlunya. Rambutnya panjang sebahu dengan

sebagian uban di beberapa tempat. Tubuhnya kurus. Namun terlihat kuat dan kokoh. Meski kerut di beberapa bagian di wajahnya

jelas terlihat, Ibu terlihat masih memperlihatkan sisa-sisa kecantikannya di masa lalu. Bentuk wajahnya oval dengan alis

yang tebal dan hidung yang mancung. Sorot matanya tajam namun teduh.

Pembicaraan kami lebih banyak tentang kehidupan Ibu di sana yang bekerja di sebuah galeri seni. Kemudian tentang

penerbangan yang melelahkan dan rasa kangennya akan masakan Indonesia. Di Brooklyn, Ibu jarang masak. Tapi dia tahu

tempat-tempat di New York yang menjual bumbu-bumbu Indonesia. Perbincangan kami terhenti karena Nenek sudah mengantuk. Kami

pun berpisah dan menuju kamar masing-masing. Malam itu, Ibu tidur di kamar Ayah.

Tengah malam aku terbangun. Entah mimpi apa yang membangunkanku, aku sudah lupa. Yang jelas aku terbangun dengan perasaan

hampa. Kuputuskan keluar kamar untuk mengambil air minum. Tenggorokanku terasa kering. Di dapur, aku melihat setitik cahaya

di teras taman belakang. Aku bergegas ke sana dan melihat Ibu tengah duduk sambil mengisap rokok.

”Selamat Natal, Wid,” ujar Ibu sambil menawarkan rokok kepadaku.

Aku menggeleng. ”Selamat Natal juga, Bu.”

”Tak bisa tidur atau terbangun?” tanyanya.

”Terbangun.”

Agak lama keheningan menguasai kami berdua. Akhirnya Ibu yang pertama mengeluarkan suara saat rokoknya habis.

”Bagaimana suamiku meninggal saat itu?”

”Ayah meninggal saat tidur. Aku dan Nenek tak mengetahuinya sampai pagi, ketika Nenek hendak membangunkan dia.”

”Begitu ya. Tahukah kamu dari dulu dia menginginkan kematian seperti itu. Kematian yang mengendap-endap. Bak pencuri. Tak

meninggalkan tanda apa pun. Tak merepotkan siapa pun,” kata Ibu sambil memandang kegelapan.

”Kenapa Ibu tak pulang waktu Ayah meninggal?”

”Aku tak cukup kuat melihatnya tak bisa lagi bergerak, tersenyum, atau sekadar menggodaku dengan cubitan di pipiku. Tahukah

kamu, dia dulu sangat suka duduk di sini. Sambil melukis atau membersihkan rumput. Sementara aku melihatnya dari balik

jendela dapur. Begitu kamu lahir, dia tak lagi melukis. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mengajakmu bermain di

sini. Kamu didudukkan di rumput, dan kemudian dia akan merangkai berbagai macam bunga untuk dijadikan mahkota di kepalamu,”

kata Ibu.

”Sepertinya indah dan menyenangkan. Lantas kenapa Ibu pergi?” akhirnya aku berhasil mempertanyakan hal yang dari dulu

membuatku geram.

”Aku belum siap memiliki kamu. Sementara dia menginginkanmu begitu kami menikah. Ketika akhirnya aku hamil, dia semakin

membuatku sesak dengan perhatian dan cintanya yang begitu sempurna. Membuatku merasa bersalah dari waktu ke waktu karena

aku tak pernah bisa mencintainya sebesar itu. Saat kamu lahir, aku tahu dia akan bisa mencintaimu sebesar dia mencintaiku.

Kujadikan dirimu sebagai penggantiku.”

”Ayah tak pernah bisa menjadikan siapa pun sebagai pengganti Ibu. Termasuk diriku.”

”Aku tahu. Perpisahan yang sia-sia,” ujar Ibu sambil beranjak dari duduknya. ”Aku sudah mengantuk, Wid. Aku tidur dulu ya,” pamit Ibu.

Aku mengangguk dan memutuskan tetap duduk sambil menunggu fajar. Dalam kegelapan, aku membayangkan kehidupanku jika Ibu tak

pernah pergi. Mungkin Ayah tetap hidup dan setiap tahun aku akan pulang untuk merayakan Natal. Kemudian kami semua akan

berkumpul di dekat pohon natal sambil saling bertukar kado. Atau seperti di film-film Hollywood, aku, Ibu, dan Nenek akan

memasak hidangan natal bersama. Mungkin juga akan muncul pertengkaran layaknya sebuah keluarga, ketika aku memperkenalkan

calon suami saat Natal tiba dan orangtuaku tidak menyetujuinya. Bahkan bukan tidak mungkin aku sudah memberikan cucu untuk

Ayah dan Ibu.

Dua hari setelah Natal, Ibu pulang. Aku tetap tinggal di rumah Nenek sampai Tahun Baru. Setelah kepergiannya, aku akhirnya

menyadari bahwa Ibu pergi karena tidak pernah memaafkan dirinya sendiri. Kesimpulan ini kudapatkan dari cerita Nenek dan

hadiah Natal dari Ibu. Sewaktu kubuka, hadiah itu berisi album foto yang memasang foto-fotoku sewaktu kecil. Aku belum

pernah melihat foto-foto itu.

Sembari melihat isi album foto itu, Nenek akhirnya bercerita bahwa Ayah begitu menginginkan anak dalam pernikahannya dengan

Ibu. Aku lahir lima tahun kemudian. Namun kehadiranku tak bisa menghalangi kepergian Ibu. Bagi Ayah, aku adalah hadiah

dalam hidupnya. Sementara bagi Ibu, kehadiranku adalah memorabilia ketidaksetiaannya. Kini aku menyadari mengapa wajahku

tidak sama dengan Ayah maupun Ibu. Di halaman terakhir album foto itu, kulihat diriku sewaktu kecil berada di sebuah taman.

Aku dipangku Ibu yang sedang duduk bersama seorang lelaki dengan sorot mata dan senyum yang sama denganku.

Jakarta, Desember 2010 Fransisca Dewi Ria Utari

Mekanisme Operasional Administrasi dan Keuangan GPIB

Khotbah Matius 18:28-35

Mengampuni dengan segenap hati

Pengampunan sering dipahami sebagai relasi antara manusia dengan Tuhan Allah. Bukankah selalu dikatakan Tuhan Maha pengasih dan Maha pengampun? Pengampunan hanyalah milik Tuhan sebab Tuhan dapat mengampuni seberat apapun salah dan dosa manusia. Namun kalau pengampunan itu dimintakan dari pihak manusia, maka manusia tidak dapat bertindak seperti Tuhan. Manusia memiliki keterbatasan termasuk dalam soal mengampuni.  Bisa mengampuni tetapi ada batasannya, ada kalkulasinya, ada hitungannya! Pengampunan itu harus rasional!

Persoalan inilah yang diajukan Petrus kepada Tuhan Yesus: Sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku? Sampai tujuh kali? (18:1). Benarkah memang manusia harus membatasi diri dalam mengampuni sesamanya yang bersalah? Bagaimana sebenarnya ajaran Tuhan Yesus dalam hal mengampun bagi kita sebagai pengikut Tuhan Yesus?

Tuhan Yesus dengan ringkas menjawab pertanyaan Petrus bahwa bukan 7 x mengampuni melainkan : 70x7x! Pengampunan itu tidak terbatas, setiap hari, sepanjang tahun. Mengapa demikian? Tuhan Yesus menjawabnya dengan sebuah perumpamaan tentang hamba yang diampuni Raja karena hutangnya 10.000 talenta (Cat. 1 Talenta = 6.000 dinar. Jadi  10.000  talenta x 6.000 = 60.000.000 dinar; sementara  1 dinar = upah kerja sehari dan dikoversi Upah harian=  + Rp. 30.000/hari. Nilai rupiah 10.000 talenta berarti Rp. 30.000 x 60.000.000 hari = 1.8 trilyun). Sementara hamba itu memenjarakan temannya yang berhutang 100 dinar (100 dinar x Rp. 30.000 = Rp. 3.000.000) kepadanya.

Hamba itu hanya mau menerima pengampunan dan tidak mau melakukan yang sama saat orang lain bersalah kepadanya. Hutangnya yang besar dapat dibebaska Raja dan saat orang lain berhutang, sama sekali tidak ada belas kasihan. Hamba ini tidak mau menerima temannya memohon keringanan. Perlakuan yang tidak adil itu yang kemudian dipertanyakan Raja, Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?  (ay. 33) Ketidakmauan mengampuni adalah kesalahan besar. Di situ Raja bersikap tegas. Hamba itu dihukum untuk segera melunasi hutang-hutangnya.

Dengan contoh ini, Tuhan Yesus  mengajarkan kepada murid-muridNya bahwa pengampunan Allah dapat dipraktekkan murid-murid Yesus sebab Allah mengampuni manusia yang berdosa tanpa hitung-hitungan. Pengampunan Allah sudah dialami saat manusia berdoa mohon agar kesalahan dan dosanya diampuni, dibebaskan dari hukuman. Manusia yang sadar dan mengakui salah dan dosanya, pasti tidak mau mendapat hukuman dan kebinasaan. Pengampunan Allah yang diterima dengan iman, membantu orang beriman melakukan yang sama: mengampuni saudaranya yang bersalah dengan sepenuh hati. Jadi pengampunan itu dapat dilakukan seberat apapun kesalahannya sebab kita menerima hati yang mengampuni yang diberikan Allah dalam hidup kita.

Kesalahan utama manusia bahwa  kita cepat berdoa mohon pengampunan Allah tetapi lambat mengampuni yang bersalah. Sikap demikian jelas karena ketidakmauan kita melakukan perintah Allah. Kita mau menang sendiri dan hanya menuntut orang lain berlaku baik bagi kita. Di sinilah kita diingatkan untuk menghayati kasih Allah yang telah mengampuni dosa kita . Sudahkah kasih Allah kita alami dengan sempurna dalam hidup kita? Maukah kita menjadi anak-anak Allah yang tergerak melakukan yang sama? Kita  perlu berdoa dengan sikap hati yang benar bahwa sebenarnya hidup kita pun tidak berkenan bagi Allah; memalukan namaNya yang kudus dan kekal.

Mengampuni adalah kehendak Allah yang perlu kita lakukan. Mengampuni suami; istri; anak-anak; pimpinan; rekan sekerja; tetangga; saudara seiman; bahkan diri sendiri. Dengan mengampuni, maka kita mengalami kasih Tuhan yang berlanjut; kasih yang diperbaharui; kasih yang sempurna. Dengan mengampuni, orang lain juga dapat mengalami kasih Allah; hidup mereka diberkati; hidup mereka dipulihkan; hidup mereka ada dalam damai sejahtera Allah. Hidup dalam kebahagiaan dapat dialami saat kita diampuni dan mengampuni saudara kita.

Kita hanya dapat mengampuni  dengan benar jika hati kita berpaut kepada Allah. Jadi bukan karena kuasa kita; bukan karena hitung-hitungan; bukan semata karena ingin dipuji orang atau karena momen tertentu (hari natal; paskah; atau saat sakit). Karena itu mohonlah Roh pengampunan dalam hidup kita agar kita terlepas dari dosa dendam dan kebencian. Anak-anak Allah; kita semua diberi otoritas mengampuni agar damai sejahtera Allah dialami banyak orang dan Allah dipermuliakan lewat hidup kita. Bersukacitalah jika kita mau melakukan kehendak Allah dengan segenap hati. "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Amin.

Selasa, 22 Februari 2011

Khotbah Matius 18:6-9

JANGAN MENGARAHKAN ORANG PADA JALAN SESAT

Sidang jemaat yang dikasihi Yesus,
Saudara dapat bayangkan jika saudara tersesat pada suatu tempat saat  mencari alamat keluarga atau teman. Orang bisa tersesat karena informasi yang diperolehnya tidak benar. Akibatnya pasti saudara kecewa dan marah sebab saudara tidak dapat bertemu dengan  orang yang hendak ditemui. Tersesat  tidak hanya saat mencari alamat, tetapi orang bisa juga tersesat saat mau mencari jalan pintas, jalan keluar yang lebih cepat dari biasanya.  Seseorang yang tersesat akan  mengalami kerugian besar: waktu, tenaga, uang terbuang percuma. Belum lagi bisnis berhenti dan keuntungan besar lenyap.

Pengertian ini bisa menolong kita memahami perkataan Yesus bahwa siapa yang menyesatkan seorang anak kecil akan celaka, dihukum Allah dengan sangat mengerikan.  Tuhan Yesus mengajarkan bahwa untuk masuk Kerajaan Sorga  seseorang patut bertobat dan bersikap rendah hati dalam hidupnya seperti seorang anak kecil yang hormat dan bergantung sepenuhnya kepada orang tua jasmaninya. Mengapa Tuhan Yesus begitu peduli tentang keselamatan anak-anak?  Hal ini bisa dimengerti karena orang beragama mudah menganggap dirinya lebih saleh dan paling benar dibanding yang lain  (18:1)? Padahal Tuhan Yesus tidak mengajarkan murid-muridNya untuk menjadi sombong rohani; paling hebat dalam hidupnya! Tidak demikian! Tuhan Yesus mengajarkan agar umat berlaku rendah hati dan saling mengasihi.
Tuhan Yesus mengingatkan murid-muridNya untuk  tidak menyimpang dari pengajaran yang benar. Apa itu pengajaran yang benar? Tunduk sepenuhnya pada kuasa Allah dan melakukan kehendak Tuhan Yesus sebagai pribadi yang memelihara kekudusan dan teladan dalam iman. Tuhan Yesus  marah jika seseorang mengajarkan ajaran yang tidak benar; ajaran yang tidak sehat; ajaran yang mengangungkan kemampuan dan potensi pribadi. Karena itu kekudusan dijaga penuh. Lebih baik masuk sorga dalam keadaan cacat; kehilangan mata, kaki atau mata ketimbang lengkap tetapi penuh dosa dan dihukum Allah tanpa ampun.

Pengajaran  Tuhan Yesus hendak menegaskan bahwa kasih Allah harus diikuti dengan kedisiplinan rohani yang baik. Kasih Allah kepada manusia yang bertobat, bukan berarti  hidup dengan seenaknya sebagai penyesat. Siapa itu penyesat? Bisa orang lain yang tidak seiman; bisa juga kita semua yang gagal hidup sesuai Firman Allah. Bukankah sangat menyesatkan kalau orang mengajarkan tidak perlu ke gereja, dan tinggal saja di rumah sebab di rumah kitapun bisa beribadah? Tidak ada satu ayat Alkitab berbicara begitu. Itu hanyalah alasan yang dicari-cari untuk menutupi kemalasan beribadah.
Atau, anak-anak dibiarkan menonton di depan televisi karena orang tua katanya, sayang pada anaknya, daripada mengantar anak-anak kepada guru-guru PA-nya di gereja. Yesus jauh lebih sayang anak-anak kita saat mereka ada dalam persekutuan. Yesus memberkati  anak-anak kita dalam ibadah dan tidak di depan televisi.
Yesus berbicara tentang kekudusan hidup yang menyeluruh. Tuhan Yesus tidak mau ada dosa sekecil apapun saat seseorang masuk dalam Kerajaan Sorga.  Amputasi organ-organ tubuh manusia, mau mengingatkan kita bahwa untuk menjadi pengikut Juruselamat dan masuk dalam kekekalan hidup bersama Bapa di Sorga, tidaklah mudah. Kita diminta untuk membayar harga keselamatan dengan ketaatan mutlak. Sakit memang diamputasi bagian tubuh kita, tapi itu yang diinginkan Tuhan Yesus agar kita boleh hidup bersamaNya; tinggal dalam kerajaan Sorga. Sakitnya tubuh yang diamputasi tidak sebanding jika tubuh utuh kita dibakar dalam api neraka yang maha dahsyat panasnya.

Pengajaran Yesus yang indah ini mengarahkan kita untuk menjaga sikap hidup yang benar sebagai orang Kristen. Sebagai orang tua jadilah contoh yang baik kepada anak-anak kita lewat perkataan, pikiran dan perbuatan.  Jangan biarkan anak-anak tanpa pengajaran dan nasehat yang benar. Tanamkanlah iman kepada Tuhan Yesus dengan mendoakan mereka, membawa mereka beribadah dan mengajarkan Firman Allah setiap hari.  Bapa, ibu dan saudara-i, harus jadi contoh dalam berdoa, bernyanyi, bersekutu dan memberi persembahan. Jangan saudara katakan biar anak-anak yang memilih jalan keselamatan baginya. Tidak boleh demikian!  Saudara harus bertanggung jawab menuntutn anak-anak bapa-ibu untuk percaya hanya Tuhan Yesus karena Tuhan Yesus saja yang sudah  menyerahkan hidupnya agar kita diselamatkan dan dipenuhi Roh Kudus.
Pengajaran Firman ini mengingatkan kita untuk tidak mengambil jalan hiduo yang sesat dengan mengandalkan kekuatan diri sendiri atau kekuatan dunia/ Kalau sadara berbicara ahwa saudara bisa hidup sukses , bebas penyakit dan masalah, tanpa campur tangan Allah, atau  kuasa Tuhan Yesus, sudah jelas sikap demikian adalah pernyataan yang sesat. Mereka yang berkata demikian perlu bertobat. Saudara harus mengubah pandangan saudara agar hidup saudara tidak dihukum Allah dan di binasakan dengan api neraka pada hari kematian. 

Sebagai satu persekutuan, kiranya kita mau saling  menasihati dan bukannya saling menghakimi dan melemahkan. Menjadi seperti anak kecil, berarti kita mau bergantung sepenuhnya kepada Tuhan Yesus dan melakukan kehendaknya untuk saling mengampuni dan mendoakan; saling menopang dan menguatkan; saling menghibur dan melayani.
Tuhan memberkati kita semua yang dengar dan melakukan FirmanNya. Amin.

Khotbah Minggu, 27 Februari 1998 GPIB Pondok Ugu

Jumat, 18 Februari 2011

Rick Warren

9 Preaching Tips That Will Change Lives

I’ll say it over and over: The purpose of preaching is obedience. Every preacher in the New Testament—including Jesus—emphasized conduct, behavioral change, and obedience. You only really believe the parts of the Bible that you obey. People say, “I believe in tithing.” But do they tithe? No? Then they don’t believe in it.

That is why you should always preach for response, aiming for people to act on what is said. John did this: “The world and its desires pass away but the man who does the will of God lives forever.” (1 John 2:17, NIV) And in 1 John 2:3 (NIV), “We know that we have come to know him if we obey his commands.”

After about 30 years of preaching, here are nine things I’ve learned about preaching for life change:

1. All Behavior Is Based On A Belief.

If you get divorced, it’s because you believe that disobeying God will cause you less pain than staying in your marriage. It’s a lie, but you believe it. When somebody comes to you and says, “I’m leaving my husband, and I’m going to marry this other man because I believe God wants me to be happy.” They just told you the belief behind their behavior. It’s wrong, but they believe it.

2. Behind Every Sin Is A Lie I Believe.

At the moment you sin, you’re doing what you think is the best thing for you. You say, “I know God says to do that, but I’m going to do this.” What are you doing? You believe a lie. Behind every sin is a lie. Start looking for the lies behind why people in your church act the way they do. When you start dealing with those, you’ll start seeing change.

Titus 3:3 (NIV) declares, “At one time we too were foolish, disobedient, deceived and enslaved by all kinds of passions and pleasures.” When you live in sin, you’re living in deception and believing a lie.

When you look at your congregation, you don’t see the lies they believe, but you do see their behavior. You know they’re unfaithful; you know they’re uncommitted; you know all these things. The tough part is figuring out the lie behind the behavior. The wiser you get in ministry, the quicker you’ll start seeing the lies. You’ll grow and mature in ministry and become more discerning, because you’ll start seeing patterns over and over.

3. Change Always Starts In The Mind.

You’ve got to start with the belief—the lie—behind the behavior. Romans 12:2 (NIV) commands, “Be transformed by the renewing of your mind.” The way you think determines the way you feel, and the way you feel determines the way you act. If you want to change the way you act, you must determine the way you think. You can’t start with the action. You’ve got to start with the thought.

4. To Help People Change, We Must Change Their Beliefs First.

Jesus said, “You will know the truth and it will set you free.” (John 8:32 NIV) Why? Because to help people change, you’ve got to help them see the lie they’re basing their behavior on. That’s why when you know the truth, it sets you free.

5. Trying To Change People’s Behavior Without Changing Their Belief Is A Waste Of Time.

If you ask a person to change before his mind is renewed, it won’t work. He’s got to internalize God’s Word first. For example: Your belief patterns are in your mind. Every time you think about a belief, it creates an electrical impulse across your brain. Every time you have that thought again, it creates a deeper rut.

If you want to see change in your church, you must help people get out of their ruts and change their autopilot. For instance: Let’s say I go out and buy a speedboat with an autopilot feature on it. I set the speedboat to go north on autopilot, so the boat goes north automatically. I don’t even have my hands on the wheel. If I want to turn the boat around, I could manually grab the steering wheel and by sheer willpower and force, turn it around. I can force it to go south, but the whole time I’m under tension because I’m going against the natural inclination of the boat. Pretty soon I get tired and let go of the steering wheel, and it automatically turns around and goes back to the way it’s programmed.

This is true in life. When people have learned something over and over, being taught by the world’s way of thinking, they’re programmed to go that way. What if a man is programmed to pick up a cigarette every time he’s under tension? But one day he thinks, “This is killing me! I’m going to get cancer.” So he grabs the steering wheel and turns it around forcibly, throws the pack away and says, “I am going to quit!” He makes it a week without a cigarette, a week and a half, two weeks … but the whole time he’s under tension because he hasn’t changed the programming in his mind. Eventually, he’s going to let go and pick up a cigarette again.

If you want to change people radically and permanently, you have to do it the New Testament way. You have to be transformed by the renewing of your mind. Just telling people, “You need to stop smoking … You need to stop doing this … You need to stop doing that …” isn’t going to work. You’ve got to help them change their belief pattern.

6. The Biblical Term For “Changing Your Mind” Is “Repentance.”

What do most people think of when I say the word “repent”? They think of a guy on the street corner with a sandwich sign saying, “Turn or burn. You’re going to die and fry while we go to the sky.” They think of some kook.

But the word “repentance” is a wonderful word—metanoia—which means in Greek “to change your mind.” Repentance is just changing the way we think about something by accepting the way God thinks about it. That’s all repentance is. The new words for repentance are “paradigm shift.”

Pastors, we are in the paradigm-shifting business. We are in the repentance business. We are about changing peoples’ minds at the deepest level—the level of belief and values. But let me clarify this with the next point.

7. You Don’t Change People’s Minds, The Applied Word Of God Does.

1 Corinthians 2:13 (NLT) helps us keep this in focus: “We speak words given to us by the Spirit, using the Spirit’s words to explain spiritual truths.” In real preaching, God is at work in the speaker. 2 Samuel 23:2 (NIV) says, “The Spirit of the Lord spoke through me. His word was on my tongue.” Zechariah 4:6 (NIV) says, “‘Not by might nor by power but by My Spirit,’ says the Lord Almighty.” So keep in mind: You don’t change people’s minds, the applied Word of God does.

8. Changing The Way I Act Is The Fruit Of Repentance.

Technically, repentance is not behavioral change. Behavior change is the result of repentance. Repentance does not mean forsaking your sin. Repentance simply means to change your mind. John the Baptist said in Matthew 3:8 (NIV), “Produce fruit in keeping with repentance.” In other words, “OK, you’ve changed your mind about God, about life, about sin, about yourself—now let’s see some fruit as a result of it.”

9. The Deepest Kind Of Preaching Is Preaching For Repentance.

Because life change happens only after you change somebody’s thinking, then preaching for repentance is preaching for life change. It is the deepest kind of preaching you can preach.

Every week I try to communicate God’s Word in such a way that it changes the way people think. The word “repentance” has taken on such a negative image that I rarely use the word. But I preach it every single week.

Repentance is the central message of the New Testament. What did the New Testament preachers preach on?

John the Baptist: “Repent, for the Kingdom of Heaven is near.” (Matt. 3:2 NIV)
Jesus: “Repent and believe in the Gospel.”(Mark 1:15 NIV)
What did Jesus tell his disciples to preach? “So they went off and preached repentance.” (Mark 6:12 NAB)
What did Peter preach at Pentecost? “Repent and be baptized every one of you.”(Acts 2:38 NAB)
What did John preach in Revelation? Repent. I believe that one of the great weaknesses of preaching today is that there are a lot of folks who are afraid to stand on the Word of God and humbly but forcefully challenge the will of people. It takes courage to do that, because they may reject you. They may reject your message; they may get mad at you and talk about you behind your back.

And because so many pastors have been unwilling to challenge people and cause a change in belief resulting in behavior change, our nation is falling apart. Proverbs 29:18 (NCV) warns, “Where there is no word from God, people are uncontrolled.”

P.T. Forsythe says, “What the world is looking for is an authoritative Gospel spoken through a humble personality.” An authoritative Gospel spoken not as a hammer, but with humility.

So now, I have a personal challenge for you—life application. Are you going to use the Bible the way it was intended or not? Will you repent of preaching in ways that were not focused on application that could change people’s character and conduct?

http://www.sermoncentral.com/articlec.asp?article=rick-warren-preaching-tips-change-lives&Page=2&ac=true&csplit=9060

------------------------------
Rick Warren is the founding pastor of Saddleback Church in Lake Forest, Calif., one of America’s largest and best-known churches. In addition, Rick is author of The New York Times best-seller The Purpose Driven Life and The Purpose Driven Church, which was named one of the 100 Christian books that changed the 20th century. Learn more from Rick at the Radicalis Conference, February 22–25, 2011 at Saddleback Church.

Khotbah Markus 6:1-6a

Ketidakpercayaan menghambat berkat Allah


Berapa lama saudara tinggal di Bekasi? 10 tahun, 20 tahun? Saudara yang sudah lama merantau di ibukota, pasti rindu dengan kampung halaman. Kampung halaman tempat dimana kita tumbuh dan dibesarkan; tempat dimana banyak anggota keluarga kita tinggal. Wajarlah jika sekali waktu kita pulang kampung untuk bertemu keluarga besar sekalipun harus mengeluarkan biaya yang tidak kecil.

Nas Alkitab hari ini berbicara tentang Tuhan Yesus yang datang ke kampung halamanNya, kota Nazaret (1:24). Tuhan datang bukan untuk sekadar nostalgia atau kangen-kangenan. Tuhan Yesus sengaja mendatangi kampung halamanNya agar mereka mendengar firman Allah dan percay biasa kepada kuasa Tuhan Yesus.  Jelas Tuhan Yesus datang untuk menjalankan misi Allah. Karena itu tempat pertama yang dikunjungi Tuhan Yesus adalah rumah ibadah. Tuhan Yesus menyampaikan pengajaran Firman Allah kepada orang-orang sekampungnya. Pengajaran Tuhan Yesus sangat berbobot dan mengena di hati jemaat. Jemaat itu mendengar pengajaran Tuhan Yesus dan berkat-berkat pelayanan yang dialami orang banyak saat mereka percaya kepada Tuhan Yesus.

Walaupun orang banyak itu kagum dan memuji pelayanan Tuhan Yesus, namun mereka tidak dapat menerima kenyataan bahwa Tuhan Yesus memiliki kuasa yang luar dalam memberitakan Firman Allah dan membuat mujizat kesembuhan. Mana mungkin anak tukang kayu bisa melakukan semua itu?  Mana mungkin keluarga yang sederhana dapat menjadi alat Tuhan? Orang banyak itu akhirnya kecewa dan menolak  Tuhan Yesus (ay 3). 

Mereka menilai bahwa mustahil keluarga yang biasa-biasa saja, keluarga yang tidak punya pangkat dan kedudukan dalam masyarakat bisa melakukan semua itu. Mereka menolak untuk mengakui pengajaran dan pelayanan Tuhan Yesus. Mereka tidak percaya bahwa Tuhan Yesus penuh hikmat Allah dan dapat melakukan perkara ajaib. Mereka tidak mau dipimpin oleh Tuhan Yesus dalam soal kepercayaan; dalam soal iman.  

Tuhan Yesus mengerti sikap penolakan mereka. Seorang nabi memang selalu ditolak di tempatnya sendiri; ditolak kaum keluarganya sendiri.  Tuhan Yesus melihat ketidakpercayaan besar dimiliki orang banyak. Ketidak percayaan mereka, membuat tidak terjadi satupun mujizat  bagi orang-orang di Nazaret. Ketidakpercayaan kolektif semacam ini sangat disayangkan. Tuhan Yesus heran atas ketidakpercayaan yang terjadi hanya karena soal status sosial; hanya karena Tuhan Yesus anak tukang kayu; hanya karena Tuhan Yesus berasal dari keluarga biasa-biasa saja.

Penolakan dan kekecewaan terhadap Tuhan Yesus bisa dialami banyak orangh Kristen saat mereka ditantang untuk mengandalkan Tuhan Yesus dalam segala perkara hidup. Misalnya, ajaran Tuhan Yesus untuk mengampuni musuh dan mendoakannya (Mat 5:44), hanya mudah untuk didengar dan tidak untuk dikerjakan; dilakukan. Masih banyak orang Kristen hidup dalam kebencian dan kemarahan kepada saudaranya sendiri dan orang lain.  Jika bisa, mata ganti mata; gigi ganti gigi, dan bukannya mengampuni apalagi mendoakannya. Dalam menghadapi sakit penyakit, lebih cepat kita berpikir untuk segera pergi ke dokter atau orang pintar, ketimbang dengan rendah hati datang kepada Yesus dalam doa mohon kesembuhan. Kecewa karena berdoa ternyata butuh waktu dan tidak selalu dijawab sesuai mau kita.

Firman Allah ini mengingatkan kita semua agar kita tidak jadi kecewa dan menolak Tuhan Yesus jika dalam hidup kekristenan kita menghadapi pergumulan yang berat. Menjadi pengikut Yesus memang diperhadapkan dengan salib yang membuat kita menderita. Sekalipun orang melakukan komentar negatif atau kata-kata yang melemahkan semangat, kiranya kita tidak menjadi kecil hati dan mundur dari hidup beriman kepada Tuhan Yesus.  Tuhan Yesus tidak menjadi gentar dan takut terhadap kata-kata yang menyakitkan dari orang banyak. Tuhan Yesus mengasihi mereka tetapi mereka menolak kasih Yesus yang menyelamatkan hidup mereka. Penolakan dan kekecewaan mereka menghambat berkat Allah; penolakan dan kekecewaan mereka hanya membuat mereka hidup dalam kekerasan hati dan ketidak percayaan. 

Kita dapat belajar untuk percaya sepenuhnya kepada Tuhan Yesus bahwa FirmanNya adalah Firman yang hidup dan berkuasa memberkati; bahwa Tuhan Yesus sanggup melakukan pelbagai mujizat dalam hidup kita. Dengan percaya kepada tuhan yesus, maka kita menyerahkan hidup dan kehidupan kita dijamah dan diberkati Allah. Mereka yang percaya dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan Yesus, pasti mengalami pertolongan, dan berkat dari Tuhan yang berlimpah. Saudara-saudara yang selalu punya waktu mendengar Firman Allah dan menjadikan FirmanNya sebagai pedoman dalam hidup, mereka akan senatiasa mengalami berkat-berkat Allah yang baru setiap hari. Mujizat-mujizat Allah selalu terjadi setiap hari dan berulang-ulang terjadi dalam hidup kita. Perjalanan hidup beriman dengan Tuhan Yesus membuat kita semakin teguh dan mengasihi Tuhan yesus untuk selama-lamanya.

Jadi jika saudara merasa hidup dalam kekosongan rohani, kebimbangan dan kekecewaan, kiranya saudara tidak mengandalkan kehebatan pribadi dan kesombongan dunia agar saudara tidak kehilangan damai sejahtera Allah. Dalam persekutuan ibadah pagi ini, kita mendengar Tuhan Yesus yang mengajar tentang Firman Allah yang hidup dan memberkati, semoga kita semua tidak hanya pandai sebagai pendengar Firman tetapi juga cakap menjadi pelaku-pelaku Firman Allah. 

Menjadi pelaku-pelaku Firman Allah berarti kita mau hidup dalam kebenaran Firman Allah. Di sini kita tidak mudah menghakimi orang lain; kita tidak mudah menyakiti hati saudara kita sendiri; kita tidak merendahkan anggota-anggota keluarga kita sendiri; Kita tidak mematahkan semangat saudara-saudara kita yang mau melayani pekerjaan Tuhan dalam GerejaNya. Kita diingatkan untuk mau saling menopang dan menguatkan; untuk mau saling menghibur dan mendoakan sebagai satu persekutuan. Jika kita terus menerus hidup dalam kekuatan Firman Allah, maka dalam hidup pribadi, keluarga dan persekutuan kita dapat menyaksikan mujizat Allah terjadi. Tuhan Yesus sungguh mengasihi kita dan Tuhan Yesus tidak malu menjadikan kita sebagai sahabat dan  umatNya; Tuhan Yesus bersedia menjawab doa kita agar berkat-berkat Allah berlaku dalam hidup kita. Bersyukurlah jika saudara dan saya hidup dalam iman kepada Tuhan Yesus, sebab itu berarti hidup saudara dan saya terpelihara; kita semua yang percaya dan mengasihi Tuhan Yesus sungguh diberkati Allah. Amin. 

Sabtu, 12 Februari 2011

Pembangunan GPIB Galilea Bekasi diprotes

Penyegelan gereja kembali lagi terjadi di Bekasi, yang kali ini menimpa Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Villa Galaksi, Jakasetia, Bekasi Selatan. Penutupan dan penyegelan paksa gereja yang dilakukan sangat tidak berdasar karena pihak gereja telah mengantongi dan mengurus surat izin mendirikan rumah ibadah.

“Kami sangat prihatin atas penyegelan gereja di Villa Galaksi, Bekasi. Peristiwa ini terjadi untuk yang kesekian kali dan dilakukan tanpa alasan yang jelas,” kata Ketua Forum Kristiani Jakarta (FKJ), Theofhilus Bela, Kamis (10/2).

Menurutnya, aparat harus bisa menindak tegas para pelaku penyegelan. Ia menegaskan, negara Indonesia menjunjung tinggi hukum dan perundang-undangan, karena itu penyelesaian masalahnya berdasarkan hukum dan kaidah yang berlaku. 

Sementara itu, Kapolres Metro Bekasi Kombes Pol Imam Sugianto mengatakan, soal pengamanan unjuk rasa terkait pembangunan Gereja Galilea di Villa Galaxi, Jakasetia, Bekasi Selatan, pihaknya telah berkoordinasi dengan institusi terkait. Koordinasi itu dalam rangka mengedepankan dialog antara pengelola pembangunan gereja dan para unjuk rasa, juga Pemkot Bekasi untuk penyelesaian persoalan sesuai prosedur yang ada.

“Kami telah mengajukan musyarawah di aula Kecamatan Bekasi Selatan bersama jajaran Pemkot dan pejabat Kantor Agama Kota Bekasi, serta pihak pendemo. Namun, belum mendapatkan kesepakatan dari Front Antipemurtadan Bekasi (FAPB) yang memprotes pembangunan gereja tersebut. Sampai sekarang, kami masih melakukan pengamanan di sekitar gereja,” ujar Imam, Kamis (10/2). 

Pendeta Martinus Tetelepta, pimpinan Gereja Galilea mengklaim, pembangunan gereja tersebut telah mendapatkan IMB dari Pemkot Bekasi. Disebutkan, pembangunan gereja ini juga tidak ada masalah dengan masyarakat setempat atau sekitar Villa Galaxi. Namun, mengapa pihak lain yang bertempat di luar, bahkan jauh dari Gereja Galilea memprotes pembangunan tempat ibadah tersebut.  

Tetelepta menegaskan, pihaknya telah mengantongi surat izin mendirikan bangunan (IMB) sejak Februari 2010. “Kami menyesalkan pemberitaan di televisi yang menyatakan kami belum memiliki IMB. Padahal, sejak Februari 2010 kami sudah punya IMB. Kami juga sudah mengatongi surat rekomendasi dari kecamatan hingga RW dan RT," ungkapnya, Kamis (10/2). 

Tetelepta mengakui, surat rekomendasi kantor agama memang belum dimiliki. Namun, IMB GPIB Galilea Villa Galaxi sudah tercatat dengan nomor 503/0116/BPPT.I/I/2010.

“Persyaratan sudah beres hanya saja kantor agama tidak melaksanakan Peraturan Bersama Tiga Menteri. Kementerian Agamalah yang memicu aksi demo ini,” tandasnya. 

Sebelumnya, pada Rabu (9/2), sekitar 50 warga melakukan protes di depan gedung gereja yang belum selesai dibangun ini. Aksi ini bukan yang pertama kali terjadi. Tahun lalu, massa juga sempat menyegel pembangunan gereja yang terletak di perumahan Villa Galaksi, Bekasi. Saat itu, pihak gereja menghentikan pembangunan karena tidak ingin menimbulkan pertikaian. 

Setelah aksi massa berhenti, pembangunan gereja pun dilanjutkan. Menurut Tetelepta, pada Januari 2011, Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) mengirimkan surat yang isinya perintah penghentian pembangunan.

“Kami langsung mendatangi Kantor P2B dan berkoordinasi dengan kantor agama. Kami buktikan bahwa IMB telah kami kantongi. Pihak P2B juga mengakui bahwa IMB memiliki kekuatan hukum lebih kuat. Karena itu, pembangunan tetap kami lanjutkan.” ungkapnya.  

Telelepta menyayangkan tindakan Pemda yang dianggap tidak adil, padahal semua izin telah dikantongi. Menurut Tetelepta, pihak gereja akan menjalani proses hukum PTUN terhadap Pemda Bekasi. "Kami sudah cukup bersabar selama 20 tahun. Pemda tidak tegas, padahal kami sudah menjalani semua prosedur. Karena itu, kami berjalan menggunakan proses hukum," tandasnya. (Suara Pembaruan)

Senin, 07 Februari 2011

Khotbah 2 Raja 6:32-33

Percaya kepada Allah dalam segala perkara

Sidang jemaat yang dikasihi Allah,
Kepercayaan kepada Allah bisa berobah dan merosot pada keraguan jika muncul masalah kehidupan yang rumit dicarikan solusinya. Tidak hanya rakyat kecil yang mengalami keraguan, pemimpin pun bisa mengalami yang sama: ragu terhadap kuasa dan pertolongan Tuhan. Begitulah keadaan umat Israel pada masa pemerintahan raja Yoram (8:16) saat mereka mengalami kelaparan hebat. (6:25) Kelaparan itu dikarenakan tentara Aram mengepung seluruh wilayah Samaria (6:24). Akses ekonomi pratis tertutup dan tidak ada pasokan makanan bagi seluruh rakyat.  

Tuntutan hidup mengakibatkan kebutaan moral dan hilangnya rasa kemanusiaan. Kanibalisme pun terjadi (6:29). Kesepakatan di antara dua ibu dilanggar.  Ibu yang kehilangan haknya mengadukan masalahnya kepada Raja. Raja pun marah dan menghubungkan soal itu kepada Elisa, nabi Allah. Raja sudah kehilangan akal sehat dan tidak mampu mencari solusi tepat ditengah konflik. Raja jadi frustasi!

Elisa tahu duduk perkaranya, bahkan niat jahat raja yang akan membunuhnya. Kedatangan raja kepada Elisa disertai dengan kemarahan besar. Raja menghubungkan musibah nasional yang terjadi yakni kelaparan dan kanibalisme, karena perbuatan Tuhan. Tuhan menjadi aktor utama kesusahan yang menimpa hidup mereka. Jadi tidak ada alasan apapun  untuk berharap kepada Tuhan! Sudah jelas dan terjadi di depan mata bahwa karena kelaparan maka orang sudah hilang rasa kemanusiaan dan tidak dapat lagi berkata jujur terhadap sesama. 

Jelas sekali betapa mudahnya Tuhan dipersalahkan dan dituding tidak berbuat apa-apa, bahkan dianggap membiarkan manusia hidup dalam penderitaan hebat. Cara pandang dan sikap yang  mempersalahkan Tuhan jelas tidak benar.  Penderitaan seperti kelaparan bukan disebabkan oleh Allah. Manusia jahatlah  yang mengakibatkan orang lain menderita.  Kenyataan pahit dalam hidup bukan jadi pembenaran lalu orang merancang yang jahat, seperti kanibalisme atau tindak penipuan. 

Penderitaan selalu diatasi manusia dengan cara yang mudah, yaitu melakukan kejahatan. Kita menyaksikan mutilasi dilakukan di mana-mana karena uang, kecemburuan atau dendam kesumat. Jika begitu moralitas dan sikap iman sudah luntur digerus masalah kehidupan. Betapa mengerikan dan memalukan ketika manusia kehilangan akal sehat dan menjadi serigala bagi sesamanya.

Persekutuan dengan Tuhan lewat doa dan ibadah  menajadi saluran efektif meredam penderitaan hidup yang berat dan menyeimbangkan keinginan manusia dengan memohonkan pertolongan Allah. Saat manusia lepas kendali, maka bukan Tuhan lagi yang dipermuliakan. Manusia saling melukai dan disitu keadilan Tuhan diragukan. Cara-cara yang ditempuh manusia malah menjerat manusia pada masalah baru yang lebih kompleks.  Ingat bagaimana peristiwa seorang ibu yang memberikan cairan nyamuk kepada kedua anaknya dan kemudian diminum oleh ibu itu sendiri untuk lepas dari tekanan hidup. 

Berdoa dan memuji Tuhan dalam segala perkara menjadi sangat-sangat penting di tengah situasi hidup yang berubah cepat.  Hanya dalam persekutuan dengan Firman Allah, maka kita terhindar dari rencana dan kesepakatan jahat, bahkan dari ucapan-ucapan yang menghujat Tuhan.  Tuhan selalu merancang yang baik buat hidup umatNya, yakni hidup damai sejahtera dan penuh harapan (Yeremia 29:11-14).

Selalukah kita berseru kepadaNya dalam kesesakan yang terjadi? Setiakah kita bertekun dalam doa dan tidak membuat diri kita lemah karena kekuatiran? Allah sanggup menolong kita tepat pada waktunya dan baiklah kita bersabar dalam penderitaan hidup yang terjadi. Tetaplah permuliakan Allah dalam hidupmu baik lewat kata, perbuatan dan keinginan hati kita. 

Tentu jangan dilupakan saudara-saudara seiman yang selalu dapat diandalkan untuk menopang, menghibur dan menguatkan. Jangan saudara marah kepada Tuhan lalu punya niat jahat kepada hamba Tuhan. Saudara justru datang mohon agar hidup saudara didoakan dan didukung dalam iman, agar terhindar dari hukuman Allah. Persekutuan dengan saudara seiman, merupakan tempat aman dan pelindung (bungker) dalam hidup yang semakin berat hari demi hari.  Amin.

Jumat, 04 Februari 2011

Sang Pendeta

Kalau ia muda, dianggap kurang berpengalaman
tapi bila rambutnya beruban dianggap terlalu tua
Kalau keluarganya besar, ia dianggap beban jemaat
bila tidak mempunyai anak, ia tidak bisa diteladani

Kalau istri/suaminya aktif, ia dituduh menonjolkan diri
bila tidak, ia tidak mendukung pelayanan suami/istrinya

Kalau berkotbah dengan membaca,
sangat membosankan
Kalau di luar kepala, itu tandanya
ia tidak mempersiapkan diri

Kalau berusaha mengadakan pembaharuan,
ia dituduh sewenang-wenang
Kalau melanjutkan yang ada, ia dianggap boneka

Kalau kotbahnya banyak contoh, itu kurang Alkitabiah
Kalau tidak ada contoh, dianggap terlalu tinggi

Kalau ia gagal menyenangkan hati seseorang
itu berarti ia menyakiti hati jemaatnya
Kalau ia berusaha menyenangkan
hati semua orang berarti ia penjilat

Kalau ia berterus terang dalam kebenaran
itu dianggap sengaja menyinggung perasaan
Kalau ia tidak berterus terang,
ia dianggap pengecut

Kalau kotbahnya panjang,
membuat orang mengantuk
Kalau pendek, ia pendeta malas

Ia mesti bijaksana seperti burung hantu
Gagah berani laksana rajawali
Rendah hati seperti merpati
Bersedia makan apa saja seperti burung kenari

Ia mesti jadi seorang ekonom, politikus
Pencari dana untuk pelayanan
Penasihat perkawinan
Bapak/Ibu yang berwibawa
Sopir taxi yang ramah
Orator ulung dan gembala yang aktif

Ia mesti melawat semua orang yang sakit
semua orang kawin dan semua orang mati
Ia mesti bergaul dengan anak-anak, remaja,
pemuda sampai orangtua

Ia mesti pandai bicara dan menulis
Ia seorang pelayan yang harus mau merendah,
sekaligus pemimpin yang berwibawa

“Poem of the Shadow”

Selasa, 01 Februari 2011

Khotbah Mazmur 65: 6-9

Bersyukur atas berkat Tuhan

Pemazmur percaya hidupnya dipenuhi dengan berkat Allah. Kepercayaan pemazmur  kepada Allah terungkap lewat kesungguhan berdoa. Permohonan itu disampaikan kepada Allah sekalipun sudah jatuh dalam kesalahan.  Allah menjawab doa dan umat menerima jawaban Allah baik dalam kapasitas pribadi maupun demi keselamatan semesta. (65:3, 6) Allah menjawab doa dengan kuasaNya yang  tidak terbatas. Kuasa Allah terbukti  jika kita memandang tegaknya gunung-gunung dan tenangnya gelombang-gelombang lautan. Pemazmur melukiskan bahwa Allah berdaulat sepenuhnya atas ciptaanNya baik di darat dan di laut. 

Pemazmur percaya bahwa manusia yang berserah diri kepada Allah dapat menyaksikan dan mengalami mujizat atau perbuatan ajaib yang dilakukan Allah. Mujizat-mujizat itu terjadi bukan karena kebetulan, melainkan karena kuasa Allah yang terjadi agar manusia takut dan menaruh hormat kepadaNya. (ayat 9). Kuasa Allah yang penuh mujizat itu terjadi di berbagai tempat dan di alami oleh banyak orang dari pagi sampai malam. Jawaban-jawaban Allah atas doa menjadikan umat selalu mengucap syukur dan bersukacita. Bersyukur dan bersukacita sebab tidak sia-sia mereka percaya dan berdoa kepada Allah saat diperhadapkan dengan pergumulan.

Ajakan untuk bersyukur pemazmur perlu kita respon dalam hidup beriman kita sehari-hari. Di sini kita diingatkan untuk senantiasa menyerahkan hidup kita kepada Allah 1X 24 jam. Apapun yang mau kita rencanakan dan lakukan baiklah kita selalu memohon hikmat Allah agar diberikan petunjuk yang benar. Pemazmur tidak menyebut dengan jelas pergumulan dan apa yang jadi alasan doanya. Yang pasti pemazmur mengajak untuk mempercayakan hidup kita padaNya sebab banyak orang di tempat lain telah mengalami pertolongan Tuhan yang ajaib. 

Mujizat dalam hidup adalah karya Tuhan yang baik dalam hidup kita. Seseorang bisa diubah oleh Allah dengan kuasaNya lewat beragam cara. Misalnya, letusan gunung berapi, tenggelamnya kapal laut di samudera luas, sakit penyakit dan pengajaran firman Allah. Orang percaya hanya dapat mengandalkan Tuhan ditengah kuasa alam yang mengerikan dan menakutkan. Musibah kematian karena peristiwa alam tidak mudah ditebak sama sekali. Peralatan teknologi hanya dapat meminimalisir dampak buruk bagi kehidupan manusia. Karena itu sikap iman dan doa menjadi vital agar kita selalu waspada dan tidak menghabiskan waktu ini dengan perbuatan yang memalukan dan tidak berkenan bagiNya. 

Firman Allah  ini mendorong kita untuk bertekun dalam doa. Berdoa bukanlah soal pamer kata-kata. Berdoa bukan agar kita dipuji dan disanjung orang lain. Berdoa harus menjadi kewajiban hidup orang beriman yang tidak bisa ditawar dan ditunda. Dalam persekutuan jemaat, tiap anggota wajib dan mau belajar untuk berdoa. Tidak ada yang lebih pintar dan bagus dalam doa, jika memang kita selalu berdoa kepada Allah setiap pagi dan malam. Jadi jangan malu dalam berdoa; jangan saudara hanya tunjuk orang lain berdoa  tetapi tidak tunjuk diri sendiri untuk memimpin doa. 

Dengan doa kepada Bapa di sorga, maka kita memberikan hidup kita ada dia dalam kendali dan tangan Allah. Keyakin semacam ini  perlu dipupuk terus menerus; dihayati berulang-ulang agar kita semakin teguh dan kuat menghadapi cobaan dan tekanan hidup berat. Dengan ketekunan doa, maka kita mengundang Tuhan untuk selalu memberkati kita dengan perbuatan-perbuatan dahsyat dan dengan keadilan. Dahsyat dan adil adalah dua kata kunci yang membuat umat Tuhan berharap dan bersukacita. 

Tentu doa syukur bukan hanya sekedar tempelan dalam memeriahkan suatu acara seperti hari ulang tahun atau perkawinan. Bukankah saat berdoa, banyak orang cekikan, pergi ke toilet, merokok dan sengaja datang terlambat sebab tujuan utama bukan berdoa, melainkan hanya untuk makan. Makan menjadi penting dan segala-galanya sampai biaya besar dikeluarkan hanya demi gengsi diri pribadi dan kelompok. Sikap doa semacam ini tidak berkenan dan kita bersalah di hadapan Tuhan yang Maha Kasih dan Adil.

Sikap-sikap demikian tidak untuk ditiru dan diteruskan. Jika saudara  berdoa, mulailah merenungkan siapa yang dapat saudara andalkan untuk  menolong saudara saat mengalami kesulitan, atau mujizat Allah yang sudah saudara alami secara pribadi. Setelah itu mohonlah agar Tuhan campur tangan dan sabarlah menunggu cara Tuhan bertindak. Allah mendengar doa semua umat dan memberi yang terbaik agar  mereka yang diberkati mau bersyukur dan menggunakan harta benda dan hidupnya untuk kemuliaan Tuhan Yesus. Tuhan memberkati  kita yang berserah dan bersyukur dalam doa setiap hari baik pagi maupun malam. Amin.