Di awal perjalanan ziarah hidup saya ketika kembali lagi ke dalam kehidupan bergereja, saya membuat kesalahan dengan mencari gereja yang terdiri dari orang-orang seperti saya. Saya mencari jemaat yang berpendidikan setingkat, dengan pengetahuan Alkitab yang sama, dan mempunyai kesukaan yang sama dalam himne dan liturgi. Dengan cara yang berbeda, sebenarnya saya sedang mengulangi kesalahan yang sama dengan gereja masa kanak-kanak saya, yang mencoba untuk menyingkirkan segala sesuatu tanda yang berbeda. Gereja masa kecil saya tidak menerima orang yang mempunyai kulit berwarna, merendahkan gaya emosional dari penyembahan gereja-gereja orang-orang kulit hitam yang ada di seberang kota, dan mencerca Pantekosta dan yang lainnya yang mempunyai pandangan yang berbeda tentang karunia-karunia rohani. Sebagai akibatnya kami mempunyai bentuk penyembahan yang miskin dan lemah.
Walaupun saya sudah pernah menghadiri banyak gereja di dalam beberapa tahun terakhir ini, saya banyak belajar
bulir-bulir pemikiran atas Firman Allah yang hidup dan aplikasinya dalam hidup berjemaat dalam ruang dan waktu agar siapapun diperkaya dan bertumbuh terus dalam kasih Kristus
Sponsors
Theme Support
Senin, 02 Juli 2012
Apakah Anda datang ke gereja sebagai konsumen? (2)
Memandang ke Sekeliling
Saya terbiasa datang ke gereja dengan semangat konsumen. Saya memandang pujian seperti sebuah pertunjukan. Berikan saya sesuatu yang saya suka. Hiburlah saya.
Soren Kierkegaard berkata bahwa kita cenderung berpikir bahwa gereja itu seperti sebuah teater: kita duduk sebagai penonton, dengan penuh perhatian menonton sang aktor yang berada di atas panggung yang berusaha menarik setiap pasang mata untuk melihatnya. Kalau memuaskan, kita berterima kasih dengan bertepuk tangan atau memberikan sorakan. Namun, sebenarnya gereja harus menjadi yang sebaliknya dari teater. Di dalam gereja Tuhanlah yang menjadi penonton dan bukannya kita.
Pada akhir dari puji-pujian, pertanyaan yang seharusnya dikemukakan bukanlah, "Apa yang saya dapatkan dari semua ini?" tetapi
Saya terbiasa datang ke gereja dengan semangat konsumen. Saya memandang pujian seperti sebuah pertunjukan. Berikan saya sesuatu yang saya suka. Hiburlah saya.
Soren Kierkegaard berkata bahwa kita cenderung berpikir bahwa gereja itu seperti sebuah teater: kita duduk sebagai penonton, dengan penuh perhatian menonton sang aktor yang berada di atas panggung yang berusaha menarik setiap pasang mata untuk melihatnya. Kalau memuaskan, kita berterima kasih dengan bertepuk tangan atau memberikan sorakan. Namun, sebenarnya gereja harus menjadi yang sebaliknya dari teater. Di dalam gereja Tuhanlah yang menjadi penonton dan bukannya kita.
Pada akhir dari puji-pujian, pertanyaan yang seharusnya dikemukakan bukanlah, "Apa yang saya dapatkan dari semua ini?" tetapi
Apakah gereja benar-benar perlu bagi orang Kristen? (1)
Saya besar di dalam lingkungan gereja dengan ajaran fundamentalisme yang sangat keras. Pada waktu saya ke luar untuk merasakan luasnya dunia, saya menolak lingkungan legalistik dari masa kanak-kanak saya. Tiba-tiba kata-kata yang dipakai gereja terdengar seperti tipuan belaka. Mereka berbicara tentang anugerah tetapi sesungguhnya mereka hidup dengan hukum, mereka berbicara tentang kasih tetapi sesungguhnya mereka memperlihatkan tanda-tanda kebencian. Sayangnya, ketika saya keluar dari fundamentalisme bagian Selatan Amerika Serikat tersebut, saya tidak hanya menyingkirkan kemunafikannya tetapi juga tubuh gereja (body of believers)
HIGHLIGHTS FINAL EURO 2012
Langganan:
Postingan (Atom)