Sponsors

"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik." Luk. 4:18"

Theme Support

Agenda. ----- Retreat Presbiter GPIB Sejahtera Bandung, Sekesalam 27-28 Januari 2017, Pembina: Pdt Susy Rumeser-Thomas, MTh dan Pdt Stephen Sihombing, MTh ----- Penggalangan Dana Panitia Pembangunan gereja GPIB Sejahtera bandung, Minggu 22 Januari 2017 jam 08.00 WIB PF. Pdt. Jacoba Marlene Joseph, MTh ---- PS GPIB ke-XX 26-31 Oktober 2015, Swiss Bell Hotel, Balikpapan, Kalimantan Timur ---- Ibadah Minggu 26 Juli 2015 jam 07.00 --- Ibadah Nuansa Budaya Minahasa Minggu 26 Juli 2015 jam 09.00 Pdt. Drs. J. Sompotan, S.Th dan Pembinaan Presbiter Sabtu 25 Juli 2015 jam 17.00 ---- PF Minggu 19 Juli 2015 Sejahtera bandung 07.00 dan 09,00 --- Perjamuan Kudus Minggu 12 Juli 2015 Sejahtera Bandung 07.00 ---- Pembahasan Rantap PS XX GPIB di Hotel Marbela Bandung --- PF Minggu 5 Juli 2015 Sejahtera Bandung 07.00 dN 09.00 Peneguhan Pelayan dan Pengurus ke - 6 Pelkat --- PF Minggu 10 Nov 2013 di Jemaat Pondok Ungu jam 06.00 dan 10.00 --- Perayaan HUT GPIB ke-65, Selasa 5 Nov 2013 di Tenis Indoor Senayan Jakarta --- Pembinaan Penelaahan Alkitab di Wisma Kinasih, Bogor, Minggu 3 November 2013 ---- PF di jemaat Pondok Ungu Bekasi dan jemaat GPIB Kharis Jakarta 30 Juni 2013 ----- Pemilihan Korwil Pelkat Mupel Bekasi 4 Mei 2013 di jemaat GPIB Gloria Bekasi ----- Sertifikasi Pengajar katekisasi 18-20 April 2013 di MDC Gadog ---- Sidang tahunan dan Sidang Wilayah Mupel Bekasi 4-5 Maret 2013 di MDC Gadog ---- PF di Jemaat Pondok Ungu jam 6 dan 10.00 serta di Gloria Bekasi Minggu 3 Maret 2013 jam 17.30 WIB ---- PF di Jemaat Zebaoth Bogor beserta PS Jemaat GPIB Pondok Ungu jam 09.00 wib --- Pembinaan pelkat di Jemaat GPIB Marturia Jakarta Timur 2 Maret 2013 jam 18.30 ---- Lokakarya RKA GPIB Pondok Ungu, 1-2 maret 2013 di Vila Saiya Cipayung, Bogor --- PST GPIB di Makassar 19-21 Februari 2013 ---PF di GPIB Pondok Ungu jam 10.00 dan di GPIB Efatha Jakarta jam 17.00 Minggu 10 Februari 2013 --- SMJ GPIB Pondok Ungu Triwulan 3, Minggu 10 Februaru 2013 ---- Peneguhan Pelkat GPIB Pondok Ungu 3 Februari 2012 oleh Pdt PH Sitorus, MSi ----- Perjamuan Kudus 10 Oktober 2012 di GPIB Pondok Ungu, jam 06.00 dan 10.00 WIB, ---- Peneguhan Diaken dan Penatua GPIB Pondok Ungu 2012-2017 pada Minggu, 23 September 2012 yang dilayani peneguhannya oleh Pdt. Marlene Josep, STh dan didampingi Pdt. SGR Sihombing, MTh, Pdt. Kolanus, MMin, Pdt. Hilda Sihasale, MMin, Pdt. Dina haba STh ---- Perjamuan Kudus Minggu Pentakosta, Minggu, 1 Juli 2012 jam 06.00 dan 10.00 WIB, Pemilihan Diaken dan Penatua GPIB Tahap Penetapan pada hari Minggu, 1 Juli 2012, Lokakarya Penulisan Sabda GPIB, 5-6 Mei 2012, TOT Pendeta materi bina diaken dan penatua, 3-4 Mei 2012 di Kinasih, Caringin Bogor, Lokakarya Materi Bina tahap II, 30 April-2 Mei 2012 di Ruang MS GPIB, Pelayanan Ibadah Minggu, 29 April 2012, Pelayanan Ibadah Minggu 31 Juli 2011 di jemaat GPIB PUP jam 10.00 wib --- SMJ GPIB PUP Triwulan 1, 31 Juli 2011 jam 12.00 wib, --- Pelayanan Ibadah Minggu, 22 Mei 2011 di jemaat GPIB Harapan Kasih jam 09.00 wib ---- 15 Mei 2011 di jemaat GPIB Menara Kasih, Bekasi, --- 8 Mei 2011 di jemaat GPIB Sion, Jakarta Barat jam 10.00 wib dan GPIB Efatha, Jakarta Selatan jam 17.00 wib, --- Pelayanan Ibadah Minggu, 1 Mei 2011, GPIB Pondok Ungu, Bekasi jam 06.00 wib dan 10.00 wib --- Ibadah Paskah, Minggu 24 April 2011, jam 05.00 wib ---- Perjamuan Kudus Jumat Agung, 22 April 2011, jam 06.00 dan 10.00 wib ---- Peneguhan anggota sidi baru, 17 April 2011, jam 10.00 wib ----, Retret Katekisasi terpadu GPIB Pondok Ungu, Harapan Indah, Harapan Baru dan Dian Kasih, 1-3 April 2011,---- Lokakarya Penyusunan RKA Sabtu, 26 Maret 2011 jam 13.00 --- Sidang Majelis Jemaat Triwulan 4, Minggu 24 April 2011, jam 12.00 WIB ---Pelayanan Minggu di jemaat GPIB Anugerah Bekasi jam 09.00 dan GPIB Harapan Kasih jam 18.00 ---.

Rabu, 27 April 2011

Kebebasan Beragama

Pernyataan Sikap Bersama Terhadap Kebebasan Beribadah
Forum Bhinneka Tunggal Ika
BIARKAN KEBERAGAMAN TETAP ADA:
Hentikan Diskriminasi dan Berikan Kebebasan Beribadah Terhadap Jemaat GKI Bapos Taman Yasmin

       Sejak tanggal 10 April 2010, Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Bakal Pos (Bapos) Taman Yasmin Bogor terpaksa beribadah di trotoar gerejanya sendiri. Padahal keabsahan pendirian gereja telah dikukuhkan oleh pengadilan sejak tahun 2009. Namun desakan dan tuntutan kelompok-kelompok intoleran yang menyebarkan fitnah dan kebencian pada gereja membuat Pemerintah Kota (Pemkot) dan Kepolisian Bogor tunduk pada tuntutan tersebut dan malah menggembok gereja. Bahkan ketika Mahkamah Agung Republik Indonesia semakin mengukuhkan keabsahan IMB gereja GKI Bapos Taman Yasmin Bogor dengan Putusan No.127 PK/TUN/2009 yang dikeluarkan pada tanggal 9 Desember 2010, PemkotBogor dan Kepolisian Kota Bogor hingga saat ini tetap melarang umat GKI Taman Yasmin beribadah termasuk melarang umat GKI merayakan Natal 25 Desember 2010 lalu di dalam gereja. Padahal, Putusan MA tersebut berisi putusan yang menyatakan bahwa permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Pemkot Bogor tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard/NO).

     Beragam dalih dikemukakan Pemkot dan Kepolisian Bogor, sejalan dengant untutan kelompok-kelompok intoleran. Mulai dari alasan bahwa Pemkot sedang mengajukan upaya PK (meski permohonanPK tidak menunda eksekusi), belum adanya putusan MA tentang PK, belum diterimanya salinan putusan PK, hingga penggunaan fitnah bahwa IMB gereja diperoleh dengan cara tidak benar, serta isu sensitif pemurtadan atau kristenisasi. Bahkan belakangan, lantaran gereja berdiri disebuah jalan yang mengabadikan nama seorang Tokoh Islam dan Tokoh Kemerdekaan asal Bogor, KH Abdullah bin Nuh, dipakai Walikota Bogor, Diani Budiarto, untuk membangkitkan sentimen kebencian massa pada jemaat GKI Bapos Taman Yasmin Bogor. Tidak cukup dengan itu, melalui sebuah media cetak di Bogor, secara terang-terangan Walikota memaksakan GKI untuk pindah dari Taman Yasmin disertai ancaman kekerasan: Pilih Gereja (ditempat baru) atau PERANG! 
  
     Kasus tindakan diskriminasi yang dialamijemaat GKIYasmin adalah satu contohdari maraknyasejumlah kasustindakanintoleran yang terjadi sepanjang pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Mengutip data Setara Institut, sebuah lembagayang concern terhadap persoalan-persoalan kebebasan beragama dan berkeyakinan menyebutkan, sejak memasuki tahun 2010, eskalasi kekerasan berbasis agama dalam bentuk penyerangan terhadap rumah ibadah, khususnya terhadap jemaat kristiani terus meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2008 terdapat 17 tindakan, pada tahun 2009 terdapat 18 tindakan pelanggaran yang menyasar jemaat kristiani, maka pada tahun 2010 sejak JanuariĆ¢€“Juli, tercatat 28 peristiwa pelanggaran kebebasan/berkeyakinan. Pelanggaran-pelanggaran itu mulai dari penolakan pendirian rumah ibadah/gereja, penyegelan rumah ibadah/gereja, pembakaran rumah ibadah/gereja dan penghentian paksa kegiatan ibadah. Lebih jauh, kami juga meyakini rentetankasus-kasus intoleran dipicu oleh ketidakmampuan negara yang diwakili oleh rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam memberikan jaminan rasa aman bagi masyarakat selama ini.Begitupermisifnya negara terhadap kelompok-kelompok intoleran dalam kasus-kasus kejahatan kemanusiaan berbasis agama, adalah buktinya. Ironisnya, dalam kasus GKI Yasmin, aparatus negaraturut terlibat aktif menebarancamandan kebencian.

       Permisif-nya negara yang acap absen dalam setiap kasus kebebasan beribadah dan berkeyakinan, yang begitu marak sepanjang pemerintahan SBY-Boediono, kami yakini menjadi benih bagi tumbuh suburnya kelompok-kelompok intoleran yang bertujuanmenihilkan keberagaman. Negara justru telah memberikan ruang seluas-luasnya bagi lahirnya kultur intoleransidi Republik ini. Dengan kata lain kultur intoleran yang berujung padakebencian justru lahir dari rahim negara. Diskriminasi dan intimidasi,dan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok intoleran pada dasarnya bukan hanya serangan pada kelompok minoritas. Mengingat konstitusi negara tidak mengenal istilah mayoritas dan minoritas.

     Lebih jauh tindakan intoleran itu juga menyerang landasan ideologi negara yaitu Pancasila dan falsafah negara, Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga dapat disimpulkan serangan itu akan berujungpada keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena besarnya ancaman terhadap perdamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia akibat berbagai kasus diskriminasi berbasis agama yang marak belakangan ini, kami pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok LINTAS IMAN pendukung Pancasila, konstitusi yang tergabung dalam Forum Bhineka Tunggal Ika perlu menyampaikan pernyataan sikap bersama kami sebagai berikut:

  1. Mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih langsung kasus diskriminasi dan intimidasi pada GKI Bapos Taman Yasmin Bogor yang dilakukan oleh kelompok intoleran yang didukung Pemerintah dan Aparat Kepolisian kota Bogor.
   2. Mendesak Presiden untuk memerintahkan Walikota dan Kepolisian kota Bogor untuk menghormati dan melaksanakan Putusan MA Nomor 127 PK/TUN/2009 dengan cara memberikan kebebasan beribadah kepada Jemaat GKI Bapos Taman Yasmin dilokasi sebagaimana IMB yang disahkan Pengadilan.
   3. Mendesak kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengambil alih kepemimpinan gerakan perlawanan terhadap adanya upaya rongrongan kelompokkelompok intoleran yang bertujuan menihilkan keberagaman dengan tujuan mengganti Pancasila sebagai landasan ideologi dan UUD 1945 sebagai landasan Konstitusiunal berbangsa dan bernegara
   4. Menyerukan kepada rakyat Indonesia yang kami yakini juga sangat mendukung Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika, untuk senantiasa menjaga perdamaian di negeri kita ini, sekaligus senantiasa menjaga agar sampai selama-lamanya, Indonesia KITA tetap menjadi Rumah Bersama bagi Semua.

      Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat sebagai kepeduliaan dan keinginan untuk tetap utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berhentilah bersolek, bersikap tegaslah. Tunjukkan bahwa Negara memang ada.

Jakarta, 17 April 2011

Forum Bhinneka Tunggal Ika:

Jemaat GKI BaposTamanYasmin, PBHI Jakarta, LBH Jakarta, Kontras, Srikandi Demokrasi Indonesia (SDI), GP Ansor, HKBP Ciketing(Pondok Timur), Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Pengurus Pusat Pergerakan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI), DPP Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah, KMHDI, GMKI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Somasi Unas, AMAN Indonesia, Wahid Institut, Setara Institut, Ut Omnes Unum Sint Institute, Pergerakan Indonesia, Nabaja, FPBJ, KPA, BMDS, TPKB, JKLPK, LPBH FAS, Elsam, HRWG, Masyarakat Antar Iman, PGIS Bogor, GPIB Zebaot, HKBP Rawalumbu, HKBP Getsemane, GPIB Maranatha, HKBP Filadelpia, HKBP Kayu Tinggi, HKBP Duta Permai, ICRP, Gekindo, Jira, Yakoma PGI, GPDI Immanuel, GPDI El Shaday, FPPHR, FABB/MBI, ILRC, PPR GKPI Depok, KP3I, Sinode GKI, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI).
Posted Monday, 25 April 2011
Last updated Monday, 25 April 2011

http://www.gki.or.id/content/doc.php?doctype=N&id=736

Selasa, 26 April 2011

How to use your Bible in prayer

It is foolish to pray without The Bible, because through The Bible the Lord reveals Himself to us.God speaks to us through His Word and it is our responsibility to respond. Every now andagain The Bible requires us to change our behaviour, our way of thinking and our prayers.Anyone who neglects his study of The Bible runs the risk of going astray. The aim is to giveguidelines to the intercessor on how to use his Bible.

1.Start your quiet time by reading a portion of Scripture. Pray through that portion. Takenote of the admonitions, sins, promises, orders, examples and warnings and pray aboutthem.

2.Make notes on prayers in Scripture. Start with Psalms and learn from David's prayerswhat you can, may and ought to pray.

3.Specially underline God's promises in Scripture, find ways to apply them in everyday lifeand use those promises when you pray.

4.Enrich your prayer with Scripture. Some groups talk about 'Word enriched prayer'.

5.Study the lives of prayers in the Bible. Learn from the examples of Jesus, David, Elijah,Moses, Paul, Abraham, Jeremiah, Ezekiel and others.

6.Every believer should have a Bible study programme and a Bible reading programme. Itis not so far fetched to read through the Bible at least once a year. Get a One Year Bibleand use it daily. However, this should not replace a more intensive study of the Bible.

7.Ask at least the following questions about each portion of Scripture:• Where is it written?• What does it say to me?• What behaviour does it encourage in me?• How should or can I pray about it?

8.It is important to memorize portions of Scripture. Try to memorize three verses a week.Very few people can manage more than three per week.

9.Scripture is important to prayer, because it is what God says Himself. To use The Wordin prayer is to take God at His Word. God is Faithful to Himself and His Word.

10. Books are available with Bible promises that have been divided into sub-sections andwhich can be used effectively in your prayer time.

11. It can be meaningful to use coloured pencils to underline or colour certain things in your

Bible in order to emphasize them. You can use the following classification, for instance,or work out your own:

Promises - underline with a blue pen
Commands - colour the verse with a red pencil
Warnings - colour them orange
Sin - underline with a red pen
Announcing of judgments - colour them brown
Portions on Praise and Worship - colour them yellow
Portions on prayer or prayers - mark with a P in the margin
Portions on the evil one/occult - mark with an * in the margin

These are only a few guidelines which could be expanded to suit your own needs. Thefollowing is an extract from the autobiography by George Muller. The method used byGeorge Muller for his personal quiet time and enrichment can be effectively used by allbelievers. The most important thing, he said, was first to concentrate on reading theBible, then meditating on a chosen portion:

"... that thus my heart might be comforted, encouraged, warned, reproved, instructed;and that thus, by means of the Word of God whilst meditating upon it, my heart might bebrought into communion with the Lord... The first thing I did (early in the morning), afterhaving asked in a few words the Lord's blessing upon his precious Word, was, to begin tomeditate on the Word of God, searching, as it were into every verse to get blessing out ofit; not for the sake of preaching on what I had meditated upon; but for the sake ofobtaining food for my soul. The result I have found to be almost invariably this; that aftera very few minutes my soul has been led to confession or to thanksgiving or tointercession or to supplication; so that though I did not as it were previously, give myselfto prayer but to meditation yet it turned almost immediately more or less into prayer.

The difference then between my former practice and my present one is this: Formerlywhen I arose I began to pray as soon as possible and generally spent all my time tillbreakfast in prayer or almost all the time... But what was the result? I often spent aquarter of an hour or half an hour or even an hour on my knees before being consciousto myself of having derived comfort, encouragement, humbling of soul, etc; and often,after having suffered much from wandering of mind for the first ten minutes or a quarterof an hour or even half an hour, I only then began really to pray. I scarcely ever suffernow in this way. For my heart being nourished by the Truth, being brought into truefellowship with God, I speak to my Father and to my Friend (vile though I am, andunworthy of it!) about the things that He has brought before me in his precious Word. Itoften now astonishes me that I did not sooner see this point... In addition to this (Mullerwrote some years later) I generally read after family prayer large portions of the Word ofGod when I still pursue my practice of reading onward in

The Holy Scriptures, sometimes in the New Testament and sometimes in the Old and formore than thirty-nine years I have proved the Blessedness of it. I take also either then orat other parts of the day, time more especially for prayer."

Sabtu, 23 April 2011

The Resurrection: Fact or Fiction?

Introduction
The most significant event in history is the Resurrection of Jesus Christ. It is the strongest evidence that Jesus is the Son of God. This event gives men and women the sure hope of eternal life; a hope that not only gives us joy as we look to the future but also provides us with powerful reasons to live today.

Throughout the centuries, however, there have been scholars who have attempted to deny the account of the Resurrection. Our schools are filled with history books which give alternative explanations for the Resurrection or in some cases, fail even to mention this unique event.
In this essay we will take a look at the evidence for the Resurrection and see if this event is historical fact or fiction. But, first, we must establish the fact that Jesus Christ was a historical figure and not a legend. There are several highly accurate historical documents that attest to Jesus. First, let's look at the four Gospels themselves. The authors Matthew, Mark, Luke, and John recorded very specific facts of the events surrounding the life of Jesus, and archaeology has verified the accuracy of the New Testament. Hundreds of facts such as the names of officials, geographical sites, financial currencies, and times of events have been confirmed. Sir William Ramsay, one of the greatest geographers of the 19th century, became firmly convinced of the accuracy of the New Testament as a result of the overwhelming evidence he discovered during his research. As a result, he completely reversed his antagonism against Christianity.

The textual evidence decisively shows that the Gospels were written and circulated during the lifetime of those who witnessed the events. Since there are so many specific names and places mentioned, eyewitnesses could have easily discredited the writings. The New Testament would have never survived had the facts been inaccurate. These facts indicate that the Gospels are historically reliable and show Jesus to be a historical figure. For more information on the accuracy of the Bible, see the essay from Probe entitled Authority of the Bible.

Another document that supports the historicity of Jesus is the work of Josephus, a potentially hostile Jewish historian. He recorded Antiquities, a history of the Jews, for the Romans during the lifetime of Jesus. He wrote, "Now there was about that time Jesus, a wise man, if it be lawful to call him a man."{1} Josephus goes on to relate other specific details about Jesus' life and death that correspond with the New Testament. Roman historians such as Suetonius, Tacitus, and Pliny the Younger also refer to Jesus as a historically real individual.

Skeptics often challenge Christians to prove the Resurrection scientifically. We must understand, the scientific method is based on showing that something is fact by repeated observations of the object or event. Therefore, the method is limited to repeatable events or observable objects. Historical events cannot be repeated. For example, can we repeatedly observe the creation of our solar system? The obvious answer is no, but that does not mean the creation of the solar system did not happen.

In proving a historical event like the Resurrection, we must look at the historical evidence. Thus far in our discussion we have shown that belief in the historical Jesus of the New Testament is certainly reasonable and that the scientific method cannot be applied to proving a historical event. For the reminder of this essay, we will examine the historical facts concerning the Resurrection and see what the evidence reveals.

Examining the Evidence
Three facts must be reckoned with when investigating the Resurrection: the empty tomb, the transformation of the Apostles, and the preaching of the Resurrection originating in Jerusalem.

Let us first examine the case of the empty tomb. Jesus was a well- known figure in Israel. His burial site was known by many people. In fact Matthew records the exact location of Jesus' tomb. He states, "And Joseph of Arimathea took the body and wrapped it in a clean linen cloth and laid it in his own new tomb" (Matt. 27:59). Mark asserts that Joseph was "a prominent member of the Council" (Mark 15:43).

It would have been destructive for the writers to invent a man of such prominence, name him specifically, and designate the tomb site, since eyewitnesses would have easily discredited the author's fallacious claims.

Jewish and Roman sources both testify to an empty tomb. Matthew 28:12 13 specifically states that the chief priests invented the story that the disciples stole the body. There would be no need for this fabrication if the tomb had not been empty. Opponents of the Resurrection must account for this. If the tomb had not been empty, the preaching of the Apostles would not have lasted one day. All the Jewish authorities needed to do to put an end to Christianity was to produce the body of Jesus.

Along with the empty tomb is the fact that the corpse of Jesus was never found. Not one historical record from the first or second century is written attacking the factuality of the empty tomb or claiming discovery of the corpse. Tom Anderson, former president of the California Trial Lawyers Association states,

Let's assume that the written accounts of His appearances to hundreds of people are false. I want to pose a question. With an event so well publicized, don't you think that it's reasonable that one historian, one eye witness, one antagonist would record for all time that he had seen Christ's body? . . . The silence of history is deafening when it comes to the testimony against the resurrection.{2}
Second, we have the changed lives of the Apostles. It is recorded in the Gospels that while Jesus was on trial, the Apostles deserted Him in fear. Yet 10 out of the 11 Apostles died as martyrs believing Christ rose from the dead. What accounts for their transformation into men willing to die for their message? It must have been a very compelling event to account for this.

Third, the Apostles began preaching the Resurrection in Jerusalem. This is significant since this is the very city in which Jesus was crucified. This was the most hostile city in which to preach. Furthermore, all the evidence was there for everyone to investigate. Legends take root in foreign lands or centuries after the event. Discrediting such legends is difficult since the facts are hard to verify. However, in this case the preaching occurs in the city of the event immediately after it occurred. Every possible fact could have been investigated thoroughly.

Anyone studying the Resurrection must somehow explain these three facts.

Five Common Explanations
Over the years five explanations have been used to argue against the Resurrection. We will examine these explanations to see whether they are valid.

The Wrong Tomb Theory

Proponents of this first argument state that according to the Gospel accounts, the women visited the grave early in the morning while it was dark. Due to their emotional condition and the darkness, they visited the wrong tomb. Overjoyed to see that it was empty, they rushed back to tell the disciples Jesus had risen. The disciples in turn ran into Jerusalem to proclaim the Resurrection.

There are several major flaws with this explanation. First, it is extremely doubtful that the Apostles would not have corrected the women's error. The Gospel of John gives a very detailed account of them doing just that. Second, the tomb site was known not only by the followers of Christ but also by their opponents. The Gospels make it clear the body was buried in the tomb of Joseph of Arimathea, a member of the Jewish council. If the body still remained in the tomb while the Apostles began preaching, the authorities simply would have to go to the right tomb, produce the body, and march it down the streets. This would have ended the Christian faith once and for all. Remember, the preaching of the Resurrection began in Jerusalem, fifteen minutes away from the crucifixion site and the tomb. These factors make this theory extremely weak.

The Hallucination Theory

This second theory holds that the Resurrection of Christ just occurred in the minds' of the disciples. Dr. William McNeil articulates this position in his book, A World History. He writes,

The Roman authorities in Jerusalem arrested and crucified Jesus. . . . But soon afterwards the dispirited Apostles gathered in an upstairs room' and suddenly felt again the heartwarming presence of their master. This seemed absolutely convincing evidence that Jesus' death on the cross had not been the end but the beginning. . . . The Apostles bubbled over with excitement and tried to explain to all who would listen all that had happened.{3}
This position is unrealistic for several reasons. In order for hallucinations of this type to occur, psychiatrists agree that several conditions must exist. However, this situation was not conducive for hallucinations. Here are several reasons. Hallucinations generally occur to people who are imaginative and of a nervous make up. However, the appearances of Jesus occurred to a variety of people. Hallucinations are subjective and individual. No two people have the same experience. In this case, over five hundred people (Corinthians 15) have the same account. Hallucinations occur only at particular times and places and are associated with the events. The Resurrection appearances occur in many different environments and at different times. Finally, hallucinations of this nature occur to those who intensely want to believe. However, several such as Thomas and James, the half brother of Jesus were hostile to the news of the Resurrection.

If some continue to argue for this position, they still must account for the empty tomb. If the Apostles dreamed up the Resurrection at their preaching, all the authorities needed to do was produce the body and that would have ended the Apostles' dream. These facts make these two theories extremely unlikely.

The Swoon Theory

A third theory espouses that Jesus never died on the cross but merely passed out and was mistakenly considered dead. After three days He revived, exited the tomb, and appeared to His disciples who believed He had risen from the dead. This theory was developed in the early nineteenth century, but today it has been completely given up for several reasons.

First, it is a physical impossibility that Jesus could have survived the tortures of the crucifixion. Second, the soldiers who crucified Jesus were experts in executing this type of death penalty. Furthermore, they took several precautions to make sure He was actually dead. They thrust a spear in His side. When blood and water come out separately, this indicates the blood cells had begun to separate from the plasma which will only happen when the blood stops circulating. Upon deciding to break the legs of the criminals (in order to speed up the process of dying), they carefully examined the body of Jesus and found that He was already dead.

After being taken down from the cross, Jesus was covered with eighty pounds of spices and embalmed. It is unreasonable to believe that after three days with no food or water, Jesus would revive. Even harder to believe is that Jesus could roll a two-ton stone up an incline, overpower the guards, and then walk several miles to Emmaeus. Even if Jesus had done this, His appearing to the disciples half-dead and desperately in need of medical attention would not have prompted their worship of Him as God.

In the 19th century, David F. Strauss, an opponent of Christianity, put an end to any hope in this theory. Although he did not believe in the Resurrection, he concluded this to be a very outlandish theory. He stated,

It is impossible that a being who had stolen half-dead out of the sepulchre, who crept about weak and ill, wanting medical treatment, who required bandaging, strengthening, and indulgence, and who still at last yielded to his sufferings, could have given the disciples the impression that he was a Conqueror over death and the grave, the Prince of life, an impression that would lay at the bottom of their future ministry.{4}
The Stolen Body Theory

This fourth argument holds that Jewish and Roman authorities stole the body or moved it for safekeeping. It is inconceivable to think this a possibility. If they had the body, why did they need to accuse the disciples of stealing it? (Matt. 28:11 15). In Acts 4, the Jewish authorities were angered and did everything they could to prevent the spread of Christianity. Why would the disciples deceive their own people into believing in a false Messiah when they knew that this deception would mean the deaths of hundreds of their believing friends? If they really knew where the body was, they could have exposed it and ended the faith that caused them so much trouble and embarrassment. Throughout the preaching of the Apostles, the authorities never attempted to refute the Resurrection by producing a body. This theory has little merit.

The Soldiers Fell Asleep Theory

Thus far we have been studying the evidence for the Resurrection. We examined four theories used in attempts to invalidate this miracle. Careful analysis revealed the theories were inadequate to refute the Resurrection. The fifth and most popular theory has existed since the day of the Resurrection and is still believed by many opponents of Christianity. Matthew 28:12 13 articulates this position.

When the chief priests had met with the elders and devised a plan, they gave the soldiers a large sum of money telling them, "You are to say, his disciples came during the night and stole him away while we were asleep.'"
Many have wondered why Matthew records this and then does not refute it. Perhaps it is because this explanation was so preposterous, he did not see the need to do so.

This explanation remains an impossibility for several reasons. First, if the soldiers were sleeping, how did they know it was the disciples who stole the body? Second, it seems physically impossible for the disciples to sneak past the soldiers and then move a two-ton stone up an incline in absolute silence. Certainly the guards would have heard something.

Third, the tomb was secured with a Roman seal. Anyone who moved the stone would break the seal, an offense punishable by death. The depression and cowardice of the disciples makes it difficult to believe that they would suddenly become so brave as to face a detachment of soldiers, steal the body, and then lie about the Resurrection when they would ultimately face a life of suffering and death for their contrived message.

Fourth, Roman guards were not likely to fall asleep with such an important duty. There were penalties for doing so. The disciples would have needed to overpower them. A very unlikely scenario.

Finally, in the Gospel of John the grave clothes were found "lying there as well as the burial cloth that had been around Jesus' head. The cloth was folded up by itself separate from the linen" (20:6 7). There was not enough time for the disciples to sneak past the guards, roll away the stone, unwrap the body, rewrap it in their wrappings, and fold the head piece neatly next to the linen. In a robbery, the men would have flung the garments down in disorder and fled in fear of detection.

Conclusion: Monumental Implications
These five theories inadequately account for the empty tomb, the transformation of the Apostles, and the birth of Christianity in the city of the crucifixion. The conclusion we must seriously consider is that Jesus rose from the grave. The implications of this are monumental.

First, if Jesus rose from the dead, then what He said about Himself is true. He stated, "I am the Resurrection and the life; he who believes in me shall live even if he dies" (John 11:25). He also stated, "I am the way, and the truth, and the life; no man comes to the father , but through me" (John 14:6). Eternal life is found through Jesus Christ alone. Any religious belief that contradicts this must be false. Every religious leader has been buried in a grave. Their tombs have become places of worship. The location of Jesus' tomb is unknown because it was empty; his body is not there. There was no need to enshrine an empty tomb.

Second, Paul writes in 1 Corinthians 15:54, "Death has been swallowed up in victory." Physical death is not the end; eternal life with our Lord awaits all who trust in Him because Jesus has conquered death.


Written by Pat Zukeran


© 1997 Probe Ministries

Notes

Josephus, Antiquities xviii. 33. (Early second Century).
Josh McDowell, The Resurrection Factor (San Bernadino, Calif.: Here's Life Publishers, 1981), p. 66.
William McNeil, A World History (New York: Oxford University Press, 1979), p. 163.
David Strauss, The Life of Jesus for the People , vol. 1, 2nd edition (London: Williams and Norgate, 1879), p. 412.
For Further Reading

Craig, William Lane. Apologetics: An Introduction. Chicago: Moody Press, 1984.
Geisler, Norman. When Skeptics Ask. Wheaton, Ill.: Victor Press, 1989.
Greenleaf, Simon. The Testimony of the Evangelists: The Four Gospels Examined by the Rules of Evidence. Grand Rapids: Kregal Publications, 1995.
Little, Paul. Know Why You Believe. Downers Grove, Ill.: InterVarsity Press, 1988.
McDowell, Josh. Evidence That Demands a Verdict, Volume 1. San Bernadino, Calif.: Here's Life Publishers, 1979.
The Resurrection Factor. San Bernardino, Calif.: Here's Life Publishers, 1981.
McNeill, William. A World History, Third Edition. New York: Oxford University Press, 1979.
Montgomery, John, ed. Evidence for Faith: Deciding the God Question. Dallas: Probe Books, 1991.
Morison, Frank. Who Moved the Stone? Grand Rapids: Zondervan Publishing, 1958.
Strauss, David. The Life of Jesus for the People. Volume 1, Second Edition. London: Williams and Norgate, 1879.

About the Author

Patrick Zukeran is a research associate, and a national and international speaker for Probe Ministries. He graduated from Point Loma Nazarene University in San Diego, California, and holds a Th.M. from Dallas Theological Seminary. He served in the pastorate for ten years before joining the staff of Probe Ministries. He is the author of the book Unless I See... Reasons to Consider the Christian Faith. He can be reached via e-mail at pzukeran@probe.org.

Selasa, 19 April 2011

POLOPADANG

rumahgambar.com
Mengapa di Toraja tidak ada buaya?
Semasa kecil, pertanyaan ini sering menjadi bahan cerita di antara kami. Ketika mandi di Sungai Sa’dan,
topik ini kadang kami obrolkan sambil menggosoki daki yang menempel di badan dengan batu-batu
sungai. Sesekali, puarang (biawak) – yang secara fisik mirip dengan buaya – melintas di seberang sungai.
Kami kemudian berlari ketakutan, pulang ke rumah masing-masing. Takut karena meyakini baru saja
melihat buaya, juga karena omelan dan (kadang) jeweran yang sudah menanti di rumah. (Mandi di
sungai tidak pernah disarankan oleh orangtua kepada kami).

Lalu, kisah ini dilisankan kepada kami. Kisah tentang seorang lelaki yang menempuh perjalanan panjang
dari bumi hingga ke langit demi mendapatkan kembali anak lelakinya. Sebuah petualangan yang
menjelaskan banyak hal, termasuk mengapa di Toraja tidak ada buaya, juga mengapa orang Toraja tidak
boleh mengonsumsi daging tedong bulan (kerbau putih).

Tersebutlah sebuah nama: Polopadang. Seorang lelaki pemilik kebun yang tinggal di daerah Buntu
(Bukit) Sarira. Di dalam kebunnya, ada sebuah kolam berair jernih. Polopadang seringkali heran karena
buah kaise’-nya – sejenis tumbuhan kecil dengan buah berwarna merah berbentuk seperti buah pinang
– yang sudah hampir matang selalu saja dicuri orang. Setahunya, tidak ada binatang apapun yang suka
makan kaise’. Ia curiga pasti ada orang yang telah mencurinya. Pagi hari, ketika ia sampai di kebunnya,
buah-buah kaise’ yang seharusnya sudah matang sudah tidak ada lagi di tempatnya. Karena kejadian itu
berulang-ulang, maka pada suatu malam Polopadang sengaja menginap di kebunnya untuk mencari
tahu siapa yang mencuri buah kaise’-nya.

Maka ketika purnama tak terlalu penuh, Polopadang menunggu dengan dada berdebar. Beberapa lama
setelah malam memulai durasinya, Polopadang mendengar suara cekikikan dari kejauhan. Polopadang
segera mendekati sumber suara dan terkejut ketika mendapati beberapa perempuan sedang asyik
bermain sambil mandi di kolam yang terletak di kebunnya. Ia segera bersembunyi di balik pohon.
Polopadang terpana menyaksikan perempuan-perempuan cantik yang sedang bercengkerama sambil
mengunyah buah-buah kaise’ yang ia yakini adalah kaise’ yang mereka ambil dari kebun miliknya.
Melihat rupa wajah mereka, Polopadang menduga perempuan-perempuan itu adalah makhluk dari
langit. Sebelumnya, ia tak pernah melihat perempuan penghuni bumi yang memiliki wajah secantik itu.
Polopadang lalu melihat setumpuk kain berwarna-warni yang teronggok di permukaan batu, tak jauh
dari kolam itu. Polopadang berjalan mengendap-endap ke batu itu dan mengambil salah satu di
antaranya.

Ketika perempuan-perempuan itu hendak kembali ke langit, salah seorang di antaranya yang adalah
putri bungsu dari khayangan terkejut karena mendapati bajunya sudah hilang. Tak punya pilihan lain,
putri bungsu itu kemudian ditinggalkan oleh kakak-kakaknya. Polopadang lalu menghampiri putri
bungsu bernama Indo’ Deatanna itu untuk mengembalikan bajunya.

“Ternyata, kamu yang selama ini sudah mencuri kaise’ saya,” ucap Polopadang sambil tersenyum.
“Karena kamu sudah mencuri, maka sebagai hukumannya, kamu harus bersedia menjadi istri saya.”
Indo’ Deatanna yang tidak punya alasan apapun untuk membela diri kemudian menerima tawaran
Polopadang. “Apa boleh buat karena saya memang mencuri kaise’-mu. Namun, saya ingin mengajukan
syarat. Kamu harus berjanji untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar atau makian jika sudah menikah
dengan saya.”

Singkat cerita, Polopadang kemudian menikah dengan Indo’ Deatanna. Tak lama kemudian, mereka
memiliki seorang anak lelaki yang diberi nama Paerunan. Suatu ketika, Paerunan bermain dengan gasing
emasnya di halaman rumah. Saat itu, Polopadang sedang membelah kayu tak jauh dari tempat Paerunan
bermain. Sementara, Indo’ Deatanna sedang menenun di teras rumah. Tiba-tiba, Paerunan
melemparkan gasing emas itu dan mengenai mata kaki Polopadang. Karena terkejut, Polopadang
spontan mengumpat.

“Buaya! Pepayu! (kata makian kasar dalam bahasa Toraja) Gasing emasmu mengenai mata kakiku,
Paerunan!” Polopadang mengelus mata kakinya yang terasa sakit terkena gasing emas milik Paerunan.
Mendengar umpatan itu, Indo’ Deatanna segera berhenti menenun dan meninggalkan kain tenun yang
belum selesai. Ia berjalan menghampiri Paerunan lalu tanpa pamit ia meninggalkan Polopadang dan
membawa Paerunan ke langit. Mereka meniti pelangi kembali ke tempat tinggal Indo’ Deatanna di
langit.

Polopadang segera menyadari kesalahannya. Ia teringat janji yang ia ucapkan sebelum menikah dengan
Indo’ Deatanna untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar. Polopadang sungguh menyesal lalu bertekad
untuk datang ke langit meminta maaf sekaligus mengajak Indo’ Deatanna dan Paerunan kembali ke
bumi.

Namun, Polopadang hanyalah manusia biasa. Ia tak bisa meniti pelangi untuk menuju ke langit. Satusatunya
jalan adalah berjalan menuju cakrawala agar bisa memanjat ke langit. Pertama, Polopadang
bermaksud untuk menuju ke tepi laut. Ia berjalan menuruni bukit dan lembah, namun tepi laut tak
kunjung tampak. Ia lalu menangis. Sesekor kerbau putih kemudian muncul dan bertanya kepada
Polopadang.

“Apakah gerangan yang membuatmu menangis?” tanya kerbau bule itu.
“Anakku, Paerunan dibawa oleh ibunya ke langit. Saya bermaksud mencarinya dan membawanya
kembali. Untuk itu, saya ingin menuju ke tepi laut.”

Kerbau putih itu lalu menawarkan diri untuk membawa Polopadang ke tepi laut. “Tapi kamu harus
berjanji bahwa kelak keturunanmu tidak boleh memakan daging keturunanku.” Kerbau putih itu
mengajukan syarat yang disepakati oleh Polopadang.
Sampai di tepi laut, Polopadang hendak menyeberang namun tak kuasa melihat lautan yang mahaluas.
Ia menangis lagi. Seekor buaya putih datang menghampiri lalu bertanya, “Kenapa kamu menangis,
Polopadang?’

“Saya ingin menyeberang ke seberang lautan untuk mencari anak saya, Paerunan, yang dibawa oleh
ibunya ke langit.”

Buaya putih itu lalu menyuruh Polopadang naik ke punggungnya dan membawanya menyeberangi
lautan menuju ke kaki langit. Sebelumnya, mereka berdua mengikat janji bahwa keturunan Polopadang
tidak boleh menyiksa keturunan buaya, dan sebaliknya keturunan buaya tidak akan mengganggu
keturunan Polopadang. Karena janji inilah, buaya kemudian tidak pernah ditemukan di Toraja, tempat
keturunan Polopadang beranak pinak.

Ketika matahari hampir terbenam, Polopadang sampai di kaki langit. Ia meminta tolong kepada matahari
untuk membawanya ke langit setelah menceritakan niatnya untuk mencari Paerunan.
“Saya tidak bisa membawamu ke langit karena tubuhmu pasti akan meleleh,” tolak matahari dengan
sopan. “Tunggulah bulan yang sebentar lagi akan datang.”
Maka ketika malam datang, Polopadang menunggu bulan yang kemudian muncul menggantikan
matahari. Seperti yang ia sampaikan kepada matahari, Polopadang kemudian meminta tolong kepada
bulan untuk membawanya ke langit.

“Saya bisa membawamu ke langit, tapi apakah kamu tahan dengan bau busuk dari tubuh saya?” tanya
bulan kepada Polopadang. (mengacu kepada gerhana yang dalam bahasa Toraja disebut bosi bulan:
‘bulan busuk’).

“Tidak menjadi masalah asalkan kamu bisa membawa saya ke langit.” Polopadang menyanggupi.
Maka, berangkatlah Polopadang ke langit menumpangi bulan. Ketika bosi bulan tiba, sang bulan
menyuruh Polopadang untuk memukul bagian punggungnya. Sesuatu yang kelak, diikuti oleh keturunan
Polopadang ketika gerhana tiba dengan cara menumbuk lesung kosong menggunakan alu.
Sesampainya di langit, Polopadang heran melihat banyak sekali perempuan yang lalu lalang sambil
membawa lampa (bumbung; perian: tabung bambu untuk mengambil air). Ia lalu bertanya kepada salah
satu perempuan itu.

“Apa kamu tidak tahu kalau Indo’ Deatanna telah kembali dari bumi? Air ini akan dipakai untuk
memandikan Paerunan, anak lelakinya,” jawab perempuan itu heran.
Polopadang merasa lega. Pencariannya tak sia-sia karena ternyata ia sudah sampai di tempat anak
lelakinya berada. Ia lalu menceritakan maksud kedatangannya ke langit untuk mencari Paerunan. Berita
segera tersebar di langit. Tersiar kabar bahwa seorang lelaki yang mengaku sebagai ayah Paerunan
datang untuk mengambil kembali anaknya. Indo’ Deatanna yang ikut mendengat berita itu segera
menyembunyikan Paerunan. Ia membawa Paerunan masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya
rapat-rapat. Dari luar, rumah itu tampak tak berpintu. Hanya orang-orang di langit lah yang bisa melihat
pintu masuk ke rumah itu. Namun, para penghuni langit tidak mengetahui jika Polopadang adalah
manusia yang berasal dari bumi. Indo’ Deatanna juga menitipkan pesan kepada orang-orang di langit
untuk mencelakai Polopadang jika ia bermaksud mengambil Paerunan.

Ketika mengutarakan niatnya untuk mengambil Paerunan, para penghuni langit menyuruh Polopadang
untuk mengambil air menggunakan buria’ (keranjang dari bambu yang dianyam tidak rapat sehingga
berlubang-lubang).

Demi rasa rindu pada anak lelakinya, juga rasa bersalah pada istrinya, Polopadang menyanggupi
permintaan itu meskipun ia tahu ia telah dipermainkan. Ketika ia menitikkan air mata sambil
menampung air yang tak kunjung penuh dalam buria’, seekor masapi (mua: sejenis belut berukuran
lebih besar yang bertelinga dan hidup di air tawar) muncul di permukaan air.
“Kenapa kamu menangis, Polopadang?” tanya masapi itu.
“Saya ingin mengambil kembali anak saya, Paerunan, namun terlebih dahulu saya harus memenuhi
buria’ ini dengan air.”

Masapi itu segera menghibur hati Polopadang yang sedih. Ia menawarkan bantuan kepada Polopadang.
Masapi itu melepaskan lendir yang melapisi kulitnya untuk menutupi lubang-lubang buria’. Dengan
bantuan masapi itu, Polopadang akhirnya bisa memenuhi permintaan para penghuni langit untuk
mengisi penuh buria’ dengan air. Namun, Paerunan belum diserahkan kepada Polopadang.
Setelah berhasil mengisi air ke dalam buria’, para penghuni langit mulai meyakini kalau Polopadang
adalah seorang dewa. Mereka lalu mengajukan syarat baru. Polopadang diminta untuk menebang
sebuah pohon beringin besar dengan menggunakan pisau kecil. Polopadang menyanggupi permintaan
itu. Dengan tekad penuh dan semangat yang berkobar-kobar demi mendapatkan kembali Paerunan, ia
mulai menusukkan pisau kecil yang diberikan oleh penghuni langit ke pohon beringin besar itu. Namun,
tak sedikit pun beringin itu tergores, bahkan kulitnya sekalipun. Polopadang menghempaskan tubuhnya
lalu mulai menangis. Seekor tabuan (lebah) mendengar tangisan Polopadang lalu datang mendekat.
Ketika mendengar penuturan Polopadang tentang maksud kedatangannya ke langit, lebah itu kemudian
memanggil teman-temannya untuk membantu Polopadang. Perlahan-lahan, mereka menggerogoti
pangkal pohon beringin hingga akhirnya tumbang. Namun lagi-lagi, Polopadang belum dibolehkan untuk
mengambil Paerunan.

Syarat baru diajukan. Polopadang harus bisa memakan habis bite’ (keladi) yang terhampar di sebuah
lembah yang luas. Baru sebutir keladi tuntas ia habiskan, Polopadang mulai merasa sekujur tubuhnya
gatal. Ia menggaruk-garuk seluruh tubuhnya sambil menangis meraung-raung. Seekor babi hutan yang
sedang melintas di tempat itu mendengar tangisan Polopadang lalu bertanya, “kenapa kamu menangis
sambil menggaruk badan?”

Polopadang lantas menceritakan permintaan para penghuni langit untuk menghabiskan keladi sebanyak
satu lembah agar ia bisa mengdapatkan kembali Paerunan. Babi hutan itu memanggil kawan-kawannya
dan dalam sekejap menghabiskan semua keladi yang ada di lembah itu.Polopadang menenui para
penghuni langit dengan muka berseri-seri. Ia yakin ia akan segera bertemu dengan Paerunan.
Ketika sampai di halaman rumah di mana Paerunan disembunyikan, seorang tetua adat menyambut
Polopadang. Dengan santai ia berkata kepada Polopadang, “meskipun kamu telah menghabiskan keladi
sebanyak satu lembah, namun untuk membawa pulang Paerunan, kamu harus sanggup mengumpulkan
kembali bua ba’tan’ sebanyak 7 bakul ini.” Lelaki tua itu kemudian menghamburkan jawawut (sejenis
biji-bijian berukuran kecil yang sering dijadikan makanan burung) di halaman rumah. “Tak boleh ada
sebiji pun yang tertinggal!” lelaki tua itu menambahkan.

Polopadang terpana melihatnya. Ia sungguh tak menyangka kalau ujian yang diberikan kepadanya masih
belum berakhir. Belum sempat mengajukan protes, lelaki itu sudah berlalu meninggalkan Polopadang.
Tak punya pilihan lain, Polopadang segera mengumpulkan biji jawawut yang tersebar di halaman rumah.
Dengan susah payah, ia memunguti biji jawawut itu satu per satu dan mengumpulkannya ke dalam
bakul. Belum penuh sebakul, Polopadang mulai tampak pasrah. Halaman rumah yang dipenuhi dengan
bebatuan yang berselang-seling dengan rumput tebal dan tanah becek membuatnya sangat kesulitan
mengumpulkan biji-biji jawawut itu. Ia kemudian menangis terisak-isak. Seekor burung pipit yang
terbang melintas di tempat itu mendengar tangisannya lalu hinggap di pundak Polopadang. Setelah
mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh Polopadang, burung pipit itu memanggil kawan-kawannya
untuk membantu Polopadang.

“Tetua adat di sini mewajibkan untuk memenuhi kembali 7 bakul ini,” pesan Polopadang kepada burung
pipit. Setelah sekawanan burung pipit itu selesai mengumpulkan biji-biji jawawut, Polopadang heran
karena jumlahnya kurang dari 7 bakul. Ia lalu bertanya kepada burung pipit, “Adakah kamu memakan
biji jawawut hingga jumlahnya kurang?”

Burung pipit itu mengatakan tidak dan bersumpah jika mereka memakan biji jawawut hingga jumlahnya
kurang maka perut mereka akan berpindah ke leher. Polopadang tak percaya. Tanpa sepengetahuan
burung pipit, ia mengetuk leher burung pipit itu dengan perlahan dan seketika keluarlah biji-biji jawawut
dari perut burung pipit. Kelak, keturunan burung pipit memiliki tembolok di bagian leher sebagai
kutukan atas sumpah yang keluar dari mulut mereka sendiri.

Setelah mengembalikan 7 bakul berisi jawawut kepada tetua adat tadi, Polopadang belum juga
dibolehkan menemui Paerunan. Sebuah tugas baru menanti. Polopadang diminta untuk mengalirkan air
ke halaman rumah sehingga penduduk di sekitar tempat itu tak perlu lagi jauh-jauh ke mata air di
puncak gunung untuk mengambil air. Dengan dibekali sebuah linggis, Polopadang mulai mencari-cari
mata air yang sekiranya berada di sekitar tempat itu. Namun, mata air itu tak kunjung ketemu. Seekor
kepiting menghampiri Polopadang dan bertanya mengapa Polopadang tampak muram dan membawa
linggis ke mana-mana. Polopadang lalu menceritakan kesulitan yang ia alami keapada kepiting itu yang
kemudian menawarkan bantuan. “Saya akan pergi ke puncak gunung untuk melubangi mata air yang di
sana hingga sampai ke tempat ini. Nanti, kalau ada bagian tanah yang bergerak, segera tancapkan linggis
itu.” Begitu pesan si kepiting. Maka, beberapa lama kemudian, ketika Polopadang melihat ada bagian
tanah yang bergerak, ia segera menancapkan linggis yang ada di tangannya ke dalam tanah. Air
menyembur dari dalam tanah. Tanpa ia sadari, linggis itu mengenai punggung si kepiting. Beruntung,
cangkang kepiting yang keras melindungi tubuhnya sehingga tidak sampai terbelah. Karena kejadiam itu,
keturunan kepiting memiliki semacam garis di bagian punggungnya.

Para penghuni langit mulai kehabisan akal untuk mencelakakan Polopadang. Semua ujian yang mereka
berikan, dapat diatasi Polopadang. Karena tak menemukan muslihat lain untuk memperdaya
Polopadang, mereka kemudian menyuruh Polopadang untuk mencari sendiri Paerunan di dalam rumah
yang sebelumnya sudah dikunci rapat-rapat oleh istrinya, Indo’ Deatanna.
Polopadang mengitari rumah itu untuk mencari pintu masuk. Karena tak memiliki daya lihat yang
sebanding dengan orang-orang yang ada di langit, Polopadang kesulitan menemukan pintu di rumah itu.
Di matanya, seluruh dinding rumah itu sama saja. Tak ada bagian bercelah yang menandakan adanya
pintu ataupun jendela. Polopadang mulai menangis lagi. Seekor tikus kemudian datang bertanya
kepadanya. “Apakah gerangan yang membuatmu menangis, Polopadang?”

“Saya ingin bertemu dengan anak saya, Paerunan, yang disembunyikan di dalam rumah. Namun, saya
tak melihat ada pintu masuk ke dalam rumah ini,” jawab Polopadang pasrah.
Tikus itu kemudian menawarkan bantuan kepada Polopadang untuk menemukan pintu masuk ke dalam
rumah. Ia mengendus seluruh dinding luar rumah hingga akhirnya menemukan sebuah celah yang
ternyata merupakan pintu masuk yang tak tampak oleh mata manusia bumi. Dengan petunjuk tikus itu,
Polopadang kemudian berhasil masuk ke dalam rumah.

Gelap gulita menyambutnya. Tak tampak sedikit pun cahaya dalam ruangan itu. Polopadang memanggilmanggil
Paerunan, namun tak ada jawaban. Setelah beberapa lama, sebuah suara yang sangat ia kenali
menyapa Polopadang. “Kalau kamu memang benar-benar menyesali perbuatanmu mengucapkan katakata
kasar di bumi, maka kamu harus bisa menemukan saya di dalam kegelapan.” Ternyata suara Indo’
Deatanna. Maka, berjalanlah Polopadang dalam ruangan itu sambil meraba-raba. Baru beberapa
langkah, tangannya menyentuh badan seseorang. Polopadang segera memeluknya dan bertanya,
“Apakah kamu adalah ibu dari Paerunan?”

“Kamu memilih perempuan yang keliru,” suara Indo’ Deatanna dari kejauhan. Polopadang segera
melepaskan pelukannya. Ia meraba-raba lagi dalam kegelapan dan perlahan menyadari kalau di dalam
ruangan itu ternyata ada banyak perempuan selain istrinya. “Kamu punya 2 kesempatan lagi untuk
menemukan saya. Kalau kamu keliru, maka kamu harus segera kembali ke bumi tanpa saya dan
Paerunan,” sambung Indo’ Deatanna. Tak seperti Polopadang yang kehilangan daya lihat dalam
kegelapan, Indo’ Deatanna, seperti juga penghuni langit lainnya, dengan mudah bisa melihat posisi
Polopadang.

Polopadang berjalan lagi mengitari ruangan itu. Ia memercayakan instingnya untuk menemukan Indo’
Deatanna. Di sebelah seorang perempuan yang ia duga adalah istrinya, Polopadang berhenti beberapa
lama. Ia bermaksud meyakinkan diri jika perempuan yang berdiri di sampingnya itu adalah Indo’
Deatanna. Ia menguji suara batinnya. Setelah yakin, ia menyentuh badan perempuan itu dengan lembut
sambil memohon, “Ampunilah kesalahanku. Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi mengucapkan
kata-kata kasar. Kembalilah ke bumi bersamaku dan Paerunan.”

Tak ada jawaban. Polopadang menungu sambil meraba-raba tubuh perempuan itu. Setelah beberapa
lama, akhirnya ia sadar telah melewatkan satu kesempatan lagi. Sesuai syarat yang tadi diajukan Indo’
Deatanna, maka Polopadang hanya memiliki satu kesempatan lagi. Dalam situasi seperti itu, Polopadang
akhirnya pasrah dan menyerahkan nasibnya kepada takdir.

Mendadak, dari seberang ruangan muncul seekor kaluppepe’ (kunang-kunang). Sedari tadi, ia telah
mengetahui apa yang sedang terjadi. Kunang-kunang itu kemudian membisikkan sesuatu kepada
Polopadang. Ia terbang mengitari seluruh ruangan dan berhenti di atas kepala seorang perempuan. Dari
kejauhan Polopadang melihatnya sebagai cahaya yang berkelap-kelip. Cahaya itu tidak bergerak ke
mana-mana yang merupakan pertanda yang tadi dibisikkan oleh kunang-kunang. Polopadang segera
berlari ke tempat itu dan memeluk tubuh Indo’ Deatanna yang telah ditandai oleh kunang-kunang
dengan cahaya kelap-kelip.

Polopadang kemudian berhasil bertemu kembali dengan istrinya dan juga anak lelakinya. Mereka
kembali ke bumi dan hidup dalam penuh kedamaian. Polopadang tak lagi pernah mengucapkan katakata
kasar sepanjang hidupnya karena tak ingin ditinggalkan lagi oleh anak dan istrinya.

Dirangkum dari berbagai sumber (lisan maupun tulisan).

Bandung, 11 Maret 2011

RAMPA MAEGA (PENULIS NOVEL LANDORUNDUN)
UNTUK rumahgambar.com

Read: Psalm 67

The Purpose Of God’s Goodness

God be merciful to us and bless us, and cause His face to shine upon us. —Psalm 67:1
Bible in a year:
2 Samuel 3-5; Luke 14:25-35

When I was growing up, we often sang a song in Sunday school that went like this: “God is good to me! God is good to me! He holds my hand and helps me stand! God is good to me!”
I need to say right away that I believe God is good and He takes delight in doing good things for people. He does indeed hold our hand in times of trouble and helps us stand against the onslaught of life’s difficulties. But I wonder if you’ve ever asked yourself, Why is He good? It certainly is not because we deserve it or because
He feels the need to buy our love and allegiance with His benefits.

The psalmist prays for God to bless him so that “[the Lord’s] way may be known on earth, Your salvation among all nations” (Ps. 67:2). God’s daily blessings are proof positive that He is indeed a good God who cares for His own. But how will our world know this about God if we never praise Him for His goodness to us? (v.3).

So, the next time God blesses you, be sure to look for ways to appropriately give Him the credit. Consuming His blessings without communicating His goodness shortchanges the very purpose of His gifts of grace in our lives.

As endless as God’s blessings are,
So should my praises be
For all His daily goodnesses
That flow unceasingly! —Adams

God is good—make sure the people in your world know what He has done in your life.

April 18, 2011 — by Joe Stowell

Baca: Mazmur 67
Tujuan Dari Kebaikan Allah

Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya. —Mazmur 67:2

Bacaan Untuk Setahun:
2 Samuel 3–5 * Lukas 14:25-35

Ketika saya beranjak dewasa, kami sering menyanyikan sebuah lagu di Sekolah Minggu yang liriknya: “Allah baik padaku! Allah baik padaku! Dia pegang tanganku dan tolongku berdiri teguh! Allah baik padaku!”

Saya merasa perlu untuk segera menyatakan bahwa saya percaya Allah itu baik dan Dia senang mengerjakan kebaikan kepada semua orang. Allah memang benar-benar memegang tangan kita di masa-masa sulit dan menolong kita bertahan menghadapi serangan gencar dari penderitaan dalam hidup. Namun, saya ingin tahu apakah Anda pernah merenungkan, Mengapa Dia baik? Yang pasti bukan karena kita pantas menerima kebaikan-Nya atau karena Dia merasa perlu membeli kasih dan kesetiaan kita dengan pemberian-Nya.

Penulis Mazmur berdoa kepada Allah supaya memberkatinya sehingga “jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa” (Mzm. 67:3). Berkat-berkat-Nya setiap hari adalah bukti nyata bahwa Allah itu sungguh adalah Allah yang baik, yang memperhatikan setiap pribadi milik-Nya. Namun, bagaimana caranya agar dunia kita mengetahui tentang Allah seperti ini, jika kita tidak pernah bersyukur kepada-Nya atas kebaikan-Nya bagi kita? (ay.4).

Jadi, ketika nanti Allah memberkati Anda, pastikan bahwa Anda menempuh cara-cara yang pantas untuk bersyukur kepada-Nya. Menerima berkat-Nya saja tanpa menceritakan kebaikan-Nya sangat tidak sepadan dengan tujuan utama mengapa Dia memberikan anugerah-Nya dalam hidup kita. —JMS

Sebagaimana berkat Allah yang tak bertepi,
Sedemikian pula seharusnya aku memuji
‘Tuk semua kebaikan-Nya setiap hari
Yang mengalir tiada henti! —Adams

Allah itu baik—pastikan orang-orang di sekitar Anda tahu apa yang telah dilakukan-Nya dalam hidup Anda.

Santapan Rohani, Senin, April 18 2011

Minggu, 17 April 2011

Read: Psalm 32

Of Pain And Gain
Many sorrows shall be to the wicked; but he who trusts in the Lord, mercy shall surround him. —Psalm 32:10

Bible in a year:
1 Samuel 30-31; Luke 13:23-35

During summer training camp, the coaches on one football team wore T-shirts intended to urge their players to exert maximum effort. The shirts bore the motto, “Each day you must choose: The pain of discipline or the pain of regret.”
Discipline is tough—and something we may try to avoid. But in sports and in life, short-term pain is often the only path to long-term gain. In the heat of battle it is too late to prepare. Either you are ready for the challenges of life or you will be haunted by the “what ifs,” “if onlys,” and “I should’ves” that accompany the failure to be prepared. That’s the pain of regret.

One source defines regret as “an intelligent and emotional dislike for personal past acts and behaviors.” It’s painful to look back at our choices through the lens of regret and feel the weight of our failures. This was the case for the psalmist. After a personal episode of sin and failure, he wrote, “Many sorrows shall be to the wicked; but he who trusts in the Lord, mercy shall surround him” (Ps. 32:10). In the clarity of hindsight, he saw the wisdom of a life that strives to honor the Lord—a life that does not need to be marked by regret.
May our choices today not result in regret, but rather be wise and God-honoring.

In You, O Lord, we take delight,
Our every need You can supply;
We long to do what’s true and right,
So, Lord, on You we will rely. —D. De Haan

Present choices determine future rewards.

Our Daily Bread, April 16, 2011 — by Bill Crowder


Baca: Mazmur 32
Bersakit-sakit Dahulu
Banyak kesakitan diderita orang fasik; tetapi orang percaya kepada TUHAN, dikelilingi-Nya dengan kasih setia. —Mazmur 32:10

Bacaan Untuk Setahun:
1 Samuel 30–31 * Lukas 13:23-35

Selama mengikuti pelatihan musim panas, para pelatih dari suatu tim sepakbola sama-sama memakai kaos yang dirancang untuk mendorong pemain mereka supaya berlatih secara maksimal. Pada kaos itu tertulis moto: “Tiap hari pilihlah: sakitnya disiplin atau pedihnya penyesalan”. Disiplin adalah hal yang sulit—dan kita mungkin berusaha menghindarinya. Namun, dalam dunia olahraga maupun kehidupan, bersakit-sakit dahulu untuk jangka waktu singkat sering menjadi satu-satunya jalan supaya dapat bersenang-senang untuk jangka waktu yang lama.

Dalam suatu pertempuran yang sengit, terlambat sudah kalau masih bersiap-siap. Pilihannya: Anda harus siap sedia menghadapi segala tantangan hidup atau Anda akan terus dibayangi pemikiran “bagaimana jika”, “seandainya saja”, dan “seharusnya aku” yang muncul ketika Anda gagal mempersiapkan diri. Itulah pedihnya penyesalan.

Sebuah tulisan mendefinisikan penyesalan sebagai “ketidaksukaan emosional dan intelektual terhadap tindakan dan perilaku diri yang terjadi di masa lalu.” Sungguh menyakitkan ketika melihat kembali keputusan kita dengan kacamata penyesalan dan merasakan beban dari kegagalan kita. Itulah yang dialami sang pemazmur. Setelah melalui kejatuhan dosa dan kegagalan pribadi, ia menulis, “Banyak kesakitan diderita orang fasik; tetapi orang percaya kepada TUHAN, dikelilingi-Nya dengan kasih setia” (Mzm. 32:10). Ketika melihat dengan jelas apa yang ada di belakang, ia melihat kebajikan dari suatu hidup yang berusaha memuliakan Tuhan—hidup yang tak perlu diwarnai penyesalan.

Kiranya pilihan kita hari ini tidak berakhir dengan penyesalan, melainkan suatu pilihan yang bijaksana dan memuliakan Allah. —WEC

Padamu, oh Tuhan, kami bersukacita,
Setiap keperluan kami, Engkau sediakan;
Kami rindu melakukan apa yang baik dan benar,
Tuhan, pada-Mu kami akan bersandar. —D. De Haan

Pilihan saat ini menentukan hasil di masa mendatang.

Santapan Rohani, Sabtu, April 16 2011

Read: 2 Timothy 2:1-7

An Attached Fuel Hose

No one engaged in warfare entangles himself with the affairs of this life. —2 Timothy 2:4

Bible in a year:
Ruth 1-4; Luke 8:1-25

Felipe Massa of Brazil should have won the Formula One Grand Prix in Singapore in September 2008. But as he drove off from a refueling stop while in the lead, the fuel hose was still attached. By the time his team removed the hose, he had lost so much time that he finished 13th.

The apostle Paul warned Timothy of another kind of attachment that would cause him defeat—“the affairs of this life” (2 Tim. 2:4). He urged Timothy not to let anything slow him down or distract him from the cause of his Lord and Master.

There are many attractive things in our world that are so easy to get entangled with—hobbies, sports, TV, computer games. These may start off as “refueling” activities, but later they can take up so much of our time and thought that they interfere with the purpose for which God created us: to share the good news of Christ, serve Him with our gifts, and bring glory to Him.

Paul told Timothy why he ought not be entangled with this world’s affairs: So that he could “please Him” (v.4). If your desire is to please the Lord Jesus, you will want to stay untangled from the world. As John reminds us, “The world is passing away, and the lust of it; but he who does the will of God abides forever” (1 John 2:17).

For Further Study
If you have questions about your life’s purpose in this
world, read online Why In The World Am I Here?
at www.discoveryseries.org/q0502


Although we live in this world,
we must declare our allegiance to heaven.

Our Daily Bread, April 4, 2011


Baca: 2 Timotius 2:1-7
Selang Yang Terpasang

Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya. —2 Timotius 2:4

Bacaan Untuk Setahun:
Rut 1–4 * Lukas 8:1-25

Felipe Massa dari Brazil seharusnya dapat memenangi Formula One Grand Prix di Singapura pada bulan September 2008. Namun, saat ia hendak melaju dari tempat pengisian ulang bahan bakar, selang pengisi bahan bakar masih lekat terpasang di mobilnya. Meskipun pada waktu itu ia berada di posisi terdepan, saat timnya berhasil melepaskan selang itu, ia telah kehilangan banyak waktu yang membuatnya harus tiba di garis finis pada posisi ke-13.

Rasul Paulus mengingatkan Timotius tentang suatu hal lain yang dapat melekat dan menjatuhkan, yaitu “soal-soal penghidupannya” (2 Tim. 2:4). Ia menasihati Timotius agar tidak membiarkan apa pun untuk melemahkan atau mengalihkan fokus pelayanannya kepada Tuhan Allah.

Ada banyak hal menarik di dunia kita yang begitu mudahnya membuat kita terikat—hobi, olahraga, acara TV, permainan komputer. Semua itu mungkin berawal sebagai aktivitas untuk mengisi waktu luang kita. Namun, lambat laun hal-hal itu dapat menghabiskan begitu banyak waktu dan pikiran kita hingga menghalangi maksud Allah menciptakan kita, yaitu untuk membagikan kabar baik tentang Kristus, melayani-Nya dengan karunia kita, dan memuliakan nama-Nya.

Paulus mengatakan kepada Timotius mengapa ia tidak boleh terikat pada soal-soal duniawi ini: supaya Timotius dapat “berkenan kepada komandannya” (ay.4). Jika Anda rindu menyenangkan Tuhan Yesus, Anda pasti ingin melepaskan ikatan Anda dengan dunia ini. Yohanes pun mengingatkan kita, “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya” (1 Yoh. 2:17). —CPH

Hidup dalam dunia ini, tetapi tak serupa dengan dunia,
Tolong aku, Tuhan, ‘tuk menjalani hidup hari ini,
Terbebas dari segala yang mungkin dapat mengikat
Yang memperdaya dan mengesankan. —Graves

Meskipun kita hidup di dunia, kita harus menyatakan kesetiaan kita kepada surga.

Santapan Rohani, Senin, 4 April  2011

Read 1 Corinthians 11:27-29

Time For A Checkup

Let a man examine himself, and so let him eat of the bread and drink of the cup. —1 Corinthians 11:28
Bible in a year:
Judges 19-21; Luke 7:31-50

Every year I have a physical—that periodic visit to the doctor’s office where I’m poked and prodded, screened and studied. It is something that can be easy to dread, and even to fear. We aren’t sure what the tests will show or what the doctors will say. Still, we know that we need this evaluation to understand our physical well-being and what is needed as we move forward.

The same is true spiritually in the life of the Christ-follower. We need to pause from time to time and reflect on the condition of our hearts and lives.

One place for an important self-study is at the Lord’s Table. Paul wrote to the Corinthians, some of whom were eating in an unworthy manner: “Let a man examine himself, and so let him eat of the bread and drink of the cup” (1 Cor. 11:28). In the remembrance of Christ’s death for us, there can be a sobering clarity of thought and understanding, for as we consider the price Jesus paid for us, it is the best time to consider the condition of our heart and our relationships. Then, with honest understanding of our spiritual well-being, we can turn to Him for the grace we need to move forward in His name.
Is it time for your checkup?

Search me, O God, my heart discern;
Try me, my inmost thoughts to learn.
Help me to keep from sin, I pray,
Guarding my mind throughout this day. —Anon.

Self-examination is one test from which no Christian is excused.

Our Daily Bread, April 3, 2011 — by Bill Crowder


Baca: 1 Korintus 11:27-29
Waktunya Memeriksa Diri

Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. —1 Korintus 11:28

Bacaan Untuk Setahun:
Hakim-Hakim 19–21 * Lukas 7:31-50

Setiap tahun, saya melakukan pemeriksaan jasmani, yaitu kunjungan rutin ke tempat praktek dokter di mana tubuh saya akan diraba dan ditusuk, diteliti dan diamati. Ini adalah sesuatu yang mudah membuat kita ngeri, bahkan takut. Kita tidak tahu bagaimana hasil tesnya atau apa yang akan dikatakan oleh dokter. Meskipun demikian, kita tahu bahwa kita memerlukan pemeriksaan rutin ini untuk mengetahui kondisi kesehatan jasmani kita dan apa yang diperlukan dalam menjalani hari depan kita.

Hal yang sama juga berlaku dalam kehidupan rohani seorang pengikut Kristus. Dari waktu ke waktu, kita perlu berdiam sejenak untuk memeriksa kondisi hati dan hidup kita.

Suatu momen untuk melakukan pemeriksaan rohani yang penting ini adalah pada saat kita menghadap meja Perjamuan Kudus. Paulus menuliskan kepada jemaat di Korintus, dimana beberapa orang di antara mereka mengikuti perjamuan dengan cara yang tidak layak: “Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu” (1 Kor. 11:28). Dengan mengingat kematian Kristus bagi kita, kita dapat memiliki pemikiran dan pemahaman yang peka dan murni, karena ketika kita merenungkan betapa mahalnya harga yang dibayar Yesus untuk menebus kita, itulah waktu yang tepat untuk memperhatikan kondisi hati dan hubungan kita dengan sesama. Kemudian, dengan pemahaman yang jujur akan kondisi rohani kita, kita dapat datang kepada-Nya untuk memperoleh anugerah yang kita perlukan guna menjalani hidup mendatang demi kemuliaan-Nya.

Apakah sekarang waktunya bagi Anda untuk memeriksa diri? —WEC

Oh, Allahku, jenguklah diriku,
Ujilah hati dan pikiranku,
Aku telah berdosa dan cemar,
Sucikan dan jadikan ‘ku benar. —NN.
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 13)

Memeriksa diri sendiri adalah suatu pengujian yang harus dilakukan oleh semua orang Kristen.

Santapan Rohani, Minggu, 3  April  2011

Sabtu, 16 April 2011

Kidung Jemaat No. 451-478

KJ. 451 BILA YESUS BERADA DI TENGAH KELUARGA
1. Bila Yesus berada di tengah keluarga,
bahagialah kita, bahagialah kita.
2. Bila Yesus berkuasa di tengah keluarga,
pasti kita bahagia, pasti kita bahagia.
KJ. 452 NAIKKAN DOA TAK ENGGAN
1. Naikan doa tak enggan; Yesus pasti berkenan.
Doa itu p’rintahNya: Ia tak menolaknya.
2. Maharaja Dialah, tak terbatas kuasaNya:
minta saja apapun; pasti sanggup Tuhanmu!
3. Dosa sarat menekan; Tuhan, angkatlah beban
dan sucikan diriku oleh curah darahMu!
4. B’rikanlah sentosaMu dan kuasai diriku.
Penebusku, Kau berhak jadi Rajaku tetap.
5. Biar oleh kasihMu bersemangat langkahku:
Kau Pembimbing dan Teman hingga akhir yang terang.
6. JalanMu tunukkanlah, jiwaku kuatkanlah,
hingga hidup matiku memenuhi maksudMu.
KJ. 453 YESUS KAWAN YANG SEJATI
1. Yesus Kawan yang sejati bagi kita yang lemah.
Tiap hal boleh dibawa dalam doa padaNya.
O, betapa kita susah dan percuma berlelah,
Bila kurag pasrah diri dalam Doa padaNya.
2. Jka oleh pencobaan kacau-balau hidupmu,
jangan kau berputus asa; pada Tuhan berseru!
Yesus Kawan yang setia, tidak ada taraNya.
Ia tahu kelemahanmu; naikkan doa padaNya!
3. Adakah hatimu sarat, jiwa-ragamu lelah?
Yesuslah Penolong kita; naikkan doa padaNya!
Biar kawan lain menghilang, Yesus Kawan yang baka.
Ia mau menghibur kita atas doa padaNya.
KJ. 454 INDAHNYA SAAT TEDUH
1. Indahnya saat teduh menghadap takhta Bapaku:
kunaikkan doa padaNya, sehingga hatiku lega.
Di waktu bimbang dan gentar, jiwaku aman dan
Segar; ‘ku bebas dari seteru di dalam saaat yang teduh.
2. Indahnya saat yang teduh dengan bahagia penuh.
Betapa rindu hatiku kepada saat doaku.
Bersama orang yang kudus kucari wajah Penebus;
Dengan genbira dan teguh kunanti saat yang teduh.
3. Indahnya saat yang teduh penampung permohonanku
kepada yang Mahabenar yang bersedia mendengar.
Sejak kulihat wajahNya, ‘ku yakin pada firmanNya
dan menyerahkan bimbangku di dalam saat yang teduh.
KJ. 455 MINTALAH
Mintalah, mintalah, maka ‘kan dib’ri padamu;
Carilah, carilah, maka engkau ‘kan mendapat;
Ketoklah, ketoklah, maka pintu ‘kan dibuka,
Maka pintu ‘kan dibuka, dibuka bagimu.
KJ. 456 BAPA KAMI YANG DI SORGA
1. Bapa kami yang di sorga, aku datang padaMu;
Tuhanku yang mahamurah, dengarlah sembahyangku.
2. Ajar aku pun mengikut jejak kaki Tuhanku;
ajar aku s’lalu patu pada Dikau, Allahku.
KJ. 457 YA TUHAN, TIAP JAM
1. Ya Tuhan, tiap jam ‘ku memerlukanMu,
Engkaulah yang memb’ri sejahtera penuh.
Setiap jam, ya Tuhan, Dikau kuperlukan;
‘ku datang, Jurus’lamat, berkatilah!
2. Ya Tuhan, tiap jam dampingi hambaMu;
jikalau Kau dekat, enyah penggodaku.
Setiap jam, ya Tuhan, Dikau kuperlukan;
‘ku datang, Jurus’lamat, berkatilah!
3. Ya Tuhan, tiap jam, di suka-dukaku,
jikalau Tuhan jauh, percuma hidupku.
Setiap jam, ya Tuhan, Dikau kuperlukan;
‘ku datang, Jurus’lamat, berkatilah!
4. Ya Tuhan, tiap jam ajarkan maksudMu;
b’ri janjiMu genap di dalam hidupku.
Setiap jam, ya Tuhan, Dikau kuperlukan;
‘ku datang, Jurus’lamat, berkatilah!
5. Ya Tuhan, tiap jam kupuji namaMu;
Tuhanku yang kudus, kekal ‘ku milikMu!
Setiap jam, ya Tuhan, Dikau kuperlukan;
‘ku datang, Jurus’lamat, berkatilah!
KJ. 458 YA TUHAN DALAM SORGA T’RANG
1. Ya Tuhan dalam sorga t’rang, pun dalam hati beriman,
Kau tetap bersamaku dan menjaga hidupku.
2. Ya Tuhan, Kau Pelindungku, luruskan jalan hidupku;
ajar aku, anakMu, rajin ikut firmanMu.
KJ. 459 YA BAPA, JAMAH ANAKMU
1. Ya Bapa, jamah anakMu serta ampunilah, lenyapkan kerisauanku,
berilah kedamaianMu dan hidup berserah.
2. MuridMu taat mendengar panggilan kasihMu; jadikan
aku pun sedar mengikutMu dengan benar dan beriman teguh.
3. Betapa suci dan teduh, betapa khidmatnya, keika Yesus
bertelut esa denganMu, Allahku, di damai yang baka.
4. Ya Tuhanku, tenangkanlah gejolak nafsuku; prahara, api
dan gempa redalah bila kudengar suaraMu yang lembut.
5. Turunkanlah sejahtera yang murni bak embun, teduhkan hati
yang resah; di hidupku wujudkanlah indahnya damaiMu.
KJ. 460 JIKA JIWAKU BERDOA
1. Jika jiwaku berdoa kepadaMu, Tuhanku, ajar aku t’rima
saja pemberian tanganMu dan mengaku, s’perti Yesus
di depan sengsaraNya: Jangan kehendakku, Bapa,
kehendakMu jadilah.
2. Apa juga yang Kautimbang baik untuk hidupku,
biar aku pun setuju dengan maksud hikmatMu,
menghayati dan percaya, walau hatiku lemah:
Jangan kehendakku, Bapa, kehendakMu jadilah.
3. Aku cari penghiburan hanya dalam kasihMu.
Dalam susah Dikau saja perlindungan hidupku.
‘Ku mengaku, s’perti Yesus di depan sengsaraNya:
Jangan kehendakku Bapa, kehendakMu jadilah.
KJ. 461 DENGAN KASIHMU, YA TUHAN
1. Dengan kasihMu, ya Tuhan, Kau jaga burung dan ikan,
Kauhias lembah dan hutan dengan kembang dan rumputan.
2. Engkau pun menjaga kami, makanan kami Kaujamin,
pakaian serta naungan. Terima kasih, o Tuhan.
3. Sebab itu tak kuatir semua orang yang tahir, yang kar’na
tebusan Kristus beroleh kasih yang kudus.
KJ. 462 TOLONG AKU, TUHAN
1. Tolong aku, Tuhan, bimbing tanganku,
jangan sia-sia karya hidupku.
2. Ajar aku, Tuhan, rajin bekerja,
menunaikan tugas dalam dunia.
3. Ajar ‘ku mengatur maksud hidupku,
jangan mementingkan hanya diriku.
4. Tuhan yang abadi, bina hatiku
menunjukkan kasih ‘kan sesamaku.
KJ. 463 TUHAN, DATANG SEGERA
1. Tuhan, datang segera, datang padaku! PadaMu aku berserah,
aku berserah. Pintu bibirku, ya Tuhan, Engkau jaga; jangan
hatiku memihak kejahatan. Tuhan, datang segera, datang padaku!
PadaMu aku berserah, aku berserah.
2. Tuhan, aku dijerat oleh seteru! PadaMu aku berserah, aku berserah,
Roh dan tubuhku kumohon Kaulepaskan dari belenggu kuasa kegelapan.
Tuhan, aku dijerat oleh seteru! PadaMu aku berserah, aku berserah.
KJ. 464 TUHAN, PECAHKANLAH ROTI HAYAT
1. Tuhan, pecahkanlah roti hayat, bagai di tasik dulu Kaubuat.
Kau kerinduanku, ya Tuhanku, Dikau kucari dalam sabdaMu.
2. O, kebenaranMu berkatilah seperti roti di Galilea,
hingga merdekalah nuraniku dan aku hidup damai dalamMu.
3. Kau Roti Hidupku, Firman kudus; ajar ‘ku makan roti itu t’rus.
Kau kes’lamatankau dan hidupku; b’ri kucintai kebenaranMu.
4. Utuslah Roh Kudus kepadaku, agar terbuka mata hatiku,
hingga jelas benar ajaranMu dan Kau kurangkul dalam sabdaMu.
KJ. 465 SYUKUR KUPANJATKAN
1. Syukur kupanjatkan padaMu, Tuhanku,
atas penjagaan di malam yang lalu.
2. Izinkanlah kami ke sekolah lagi;
b’ri kami kiranya kuat dan sentosa.
3. Ampuni dosaku dan kesalahanku.
B’rikan bimbinganMu, ke sorga jalanku.
KJ. 466a YA TUHAN, ISI HIDUPKU
1. Ya Tuhan, isi hidupku dengan anugerah,
supaya dalam diriku citraMu nyatalah.
2. Janganlah hanya bibirku atau pun hatiku,
seluruh hidup jadilah pujian bagiMu.
3. Kiranya tiap langkahku dan pekerjaanku
pun yang biasa dan kecil memuji namaMu.
4. Biar seluruh hidupku pujian bagiMu,
sehingga dari aku pun terpancar kasihMu.
5. Begitulah sekarang pun anakMu yang lemah
mulai memuji namaMu dengan sesungguhnya.
6. Maka setiap saatku mulia dan kudus
dan hidupku seluruhnya bersamaMu terus.
KJ. 466b YA TUHAN, ISI HIDUPKU
Ya Tuhan, isi hidupku dengan anugerah,
supaya dalam diriku citraMu nyatalah.
KJ. 467 TUHANKU, BILA HATI KAWANKU
1. Tuhanku, bila hati kawanku terluka oleh tingkah ujarku,
dan kehendakku jadi panduku, ampunilah.
2. Jikalau tuturku tak semena dan aku tolak orang berkesah,
pikiran dan tuturku bercela, ampunilah.
3. Dan hari ini aku bersembah serta padaMu, Bapa, berserah,
berikan daku kasihMu mesra. Amin, amin.
KJ. 468 B’RILAH, BAPA, HARI INI
1. B’rilah, Bapa, hari ini kami makan secukupnya.
Dan ampuni salah kami; kami saling mengampuni:
Datang KerajaanMu! Amin.
2. Bukan untuk hari esok berlebihan kami cari; hanya
untuk hari ini kami mohon secukupnya: damai
KerajaanMu! Amin.
3. B’rilah, Bapa, hari ini pengampunan secukupnya;
agar kami membagikan ampun dan makanan pula
dalam KerajaanMu! Amin.
KJ. 469 YA TUHAN, T’RIMA KASIH
Ya Tuhan, t’rima kasih atas yang Engkau beri:
Makanan dan minuman dan segala rezeki.
Haleluya, Haleluya, Haleluya! Amin.
KJ. 470 PUJI, SYUKUR, HORMAT
Puji, syukur, hormat angkatlah kepada
Sang Pencipta. Haleluya!
KJ. 471 ATAS MAKANANKU INI
Atas makananku ini yang telah Tuhan beri, terima kasih.
Bahkan karena darahMu yang menghapus dosaku,
Tuhan, Kaulah Roti Hidup, Engkaulah yang memberikan kehidupan;
Kaulah Roti yang benar membuat jiwaku segar, terima kasih.
Haleluya!
KJ. 472 HALELUYA, HALELUYA
1. Haleluya, Haleluya, Haleluya, Haleluya;
Haleluya, Haleluya, Haleluya, Haleluya;
2. Puji Tuhan, Haleluya, Yesus Kristus Haleluya;
puji Tuhan, Haleluya, Yesus Kristus, Haleluya.
3. Anak Allah, Haleluya, Jurus’lamat, Haleluya;
Anak Allah, Haleluya, Jurus’lamat, Haleluya,
4. Sudah bangkit, Haleluya, akan datang, Haleluya;
Sudah bangkit, Haleluya, akan datang, Haleluya.
5. Puji Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah, Jurus’lamat;
Haleluya, Haleluya!
KJ. 473 HALELUYA
Haleluya, Haleluya, Haleluya!
Haleluya, Haleluya, Haleluya!
KJ. 474 KEPADAMU PUJI-PUJIAN
KepadaMu puji-pujian, madah syukur dan segala
Kemuliaan, ya Bapa, Putra, Roh Kudus, sampai kekal abadi!
KJ. 475 KAR’NA ENGKAULAH
Kar’na Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa
Dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.
KJ. 476 AMIN
Amin, amin.
KJ. 477 AMIN, AMIN
Amin, amin.
KJ. 478 AMIN, AMIN, AMIN
Amin, amin,amin.
Amin, amin, amin.
Amin, amin, amin.

Kidung Jemaat No. 401-450

KJ. 401 MAKIN DEKAT, TUHAN
1. Makin dekat, Tuhan, kepadaMu; walaupun
saliblah mengengkatku, inilah laguku: Dekat kepadaMu;
Makin dekat, Tuhan, kepadaMu.
2. Berbantal batu pun ‘ku mau rebah, bagai musafir
yang lunglai, lelah, asal di mimpiku dekat kepadaMu;
makin dekat, Tuhan, kepadaMu.
3. Buatlah tanggaMu tampak jelas, dan para malakMu
yang bergegas mengimbau diriku dekat kepadaMu;
makin dekat, Tuhan, kepadaMu.
4. Batu deritaku ‘kan kubentuk menjadi Betelku,
kokoh teguh. Jiwaku berseru, dekat kepadaMu;
makin dekat, Tuhan, kepadaMu.
KJ. 402 KUPERLUKAN JURUS’LAMAT
1. Kuperlukan Jurus’lamat, agar jangan ‘ku sesat;
s’lalu harus kurasakan bahwa Tuhanku dekat.
Maka jiwaku tenang, takkan takut dan enggan;
Bila Tuhanku membimbing, ‘ku di malam pun tent’ram.
2. Kuperlukan Jurus’lamat, kar’na imanku lemah.
HiburanNya menguatkan; sungguh tiada bandingnya.
Maka jiwaku tenang, takkan takut dan enggan;
Bila Tuhanku membimbing, ‘ku di malam pun tent’ram.
3. Kuperlukan Jurus’lamat dalam langkah juangku;
siang malam, suka duka dengan Tuhan kutempuh.
Maka jiwaku tenang, takkan takut dan enggan;
Bila Tuhanku membimbing, ‘ku di malam pun tent’ram.
4. Kuperlukan Jurus’lamat, ahgar ‘ku dibimbingNya
melintasi arus Yordan ke Neg’ri Bahagia.
Maka jiwaku tenang, takkan takut dan enggan;
Bila Tuhanku membimbing, ‘ku di malam pun tent’ram.
KJ. 403 HUJAN BERKAT ‘KAN TERCURAH
1. Hujan berkat ‘kan tercurah, itulah janji kudus:
hidup segar dari sorga ‘kan diberi Penebus.
Hujan berkatMu itu yang kami perlu:
Sudah menetes berkatMu, biar tercurah penuh!
2. Hujan berkat ‘kan tercurah, hidup kembali segar.
Di atas bukit dan lurah bunyi derai terdengar.
Hujan berkatMu itu yang kami perlu:
Sudah menetes berkatMu, biar tercurah penuh!
3. Hujan berkat ‘kan tercurah. Kini kami berseru,
“B’rilah dengan limpah ruah, agar genap sabdaMu!”
Hujan berkatMu itu yang kami perlu:
Sudah menetes berkatMu, biar tercurah penuh!
4. Hujan berkat ‘kan tercurah; kami menantikannya.
Hati kami telah buka, Yesus, Kauisi deg’ra!
Hujan berkatMu itu yang kami perlu:
Sudah menetes berkatMu, biar tercurah penuh!
KJ. 404 ‘KU DISALIBKAN DENGAN TUHANKU
1. ‘Ku disalibkan dengan Tuhanku; hidupNya pun diberi padaku.
Memandang padaMu, ya Tuhanku, ‘ku tiap saat benar milikMu.
Setiap saat hatiku kenal kasih ilahi dan hidup kekal. Memandang
PadaMu, ya Tuhanku, ‘ku tiap saat benar miliMu.
2. Di pencobaanTuhanku dekat, turut memikul beban yang berat,
di kedukaan Teman yang erat; setia saat dib’riNya berkat.
Setiap saat hatiku kenal kasih ilahi dan hidup kekal. Memandang
PadaMu, ya Tuhanku, ‘ku tiap saat benar miliMu.
3. Tiada tangisan dan hati sedih, tiada keluh di bahaya ngeri
yang oleh Yesus tak dimengerti setiap saat, dengan tak henti.
Setiap saat hatiku kenal kasih ilahi dan hidup kekal. Memandang
PadaMu, ya Tuhanku, ‘ku tiap saat benar miliMu.
4. Kelemahanku dirasakanNya; bila ‘ku sakit, dipulihkanNya;
setiap saat, gelap dan cerah, Yesus, Tuhanku, menyucikannya.
Setiap saat hatiku kenal kasih ilahi dan hidup kekal. Memandang
PadaMu, ya Tuhanku, ‘ku tiap saat benar miliMu.
KJ. 405 KAULAH, YA TUHAN, SURYA HIDUPKU
1. Kaulah, ya Tuhan, Surya hidupku; asal Kau ada, yang lain
tak perlu. Siang dan malam Engkau kukenang; di hadiratMu
jiwaku tenang!
2. Kaulah Hikmatku, Firman hidupku; Kau besertaku dan ‘ku
besertaMu. Engkau Bapaku , aku anakMu; denganMu, Tuhan,
‘ku satu penuh.
3. Kaulah bagiku tempat berteduh; Kaulah perisai dan benteng
teguh. Sukacitaku kekal dalamMu; Kuasa sorgawi,
Engkau kuasaku!
4. Tak kuhiraukan pujian fana; hanya Engkaulah pusaka
baka! Raja di sorga, Engkau bagiku harta abadi, bahagia penuh!
5. Bila saatnya ‘ku menang, t’rimalah daku di sorga cerlang!
Apa pun kini hendak kutemu, Kaulah, ya Tuhan, Surya hidupku!
KJ. 406 YA TUHAN, BIMBING AKU
1. Ya Tuhan, bimbing aku di jalanku, sehingga ‘ku
selalu bersamaMu. Engganlah ‘ku melangkah setapak pun,
‘pabila Kau tak ada disampingku.
2. Lindungilah hatiku di rahmatMu dan buatlah batinku
tenang teduh. Dekat kakiMu saja ‘ku mau rebah dan
tidak ragu-ragu ‘ku berserah.
3. Dan bila tak kurasa kuasaMu, Engkau senantiasa
di sampingku. Ya Tuhan, bimbing aku di jalanku,
sehingga ‘ku selalu bersamaMu.
KJ. 407 TUHAN, KAU GEMBALA KAMI
1. Tuhan, Kau Gembala kami, tuntun kami dombaMu;
b’rilah kami menikmati hikamt pengurbananMu.
Tuhan Yesus, Jurus’lamat, kami ini milikMu,
Tuhan Yesus, Jurus’lamat, kami ini milikMu.
2. Kau Pengawal yang setia, Kawan hidup terdekat.
Jauhkan kami dari dosa, panggil pulang yang sesat.
Tuhan Yesus, Jurus’lamat, kami mohon b’ri berkat.
Tuhan Yesus, Jurus’lamat, kami mohon, b’ri berkat.
3. JanjiMu, Kaut’rima kami, walau hina bercela;
yang berdosa Kausucikan, Kaubebaskan yang lemah.
Tuhan Yesus, Jurus’lamat, kini kami berserah.
Tuhan Yesus, Jurus’lamat, kini kami berserah.
4. KehendakMu kami cari, ingin turut maksudMu.
Tuhan, isi hati kami dengan kasihMu penuh.
Tuhan Yesus, Jurus’lamat, tak terhingga kasihMu.
Tuhan Yesus, Jurus’lamat, tak terhingga kasihMu.
KJ. 408 DI JALANKU ‘KU DIIRING
1. Di jalanku ‘ku diiring oleh Yesus Tuhanku.
Apakah yang kurang lagi, jika Dia Panduku?
Diberi damai sorgawi, asal imanku teguh.
Suka-duka dipakaiNya untuk kebaikanku;
Suka-duka dipakaiNya untuk kebaikanku.
2. Di jalanku yang berliku dihiburNya hatiku;
bila tiba pencobaan dikuatkan imanku.
Jika aku kehausan dan langkahku tak tetap,
dari cadas didepanku datang air yang sedap;
dari cadas didepanku datang air yang sedap.
3. Di jalanku nyata sangat kasih Tuhan yang mesra.
Dijanjikan perhentian di rumahNya yang baka.
Jika jiwaku membubung meninggalkan dunia,
Kunyanyikan tak hentinya kasih dan pimpinanNya;
Kunyanyikan tak hentinya kasih dan pimpinanNya.
KJ. 409 YESUS, KAU NAHKODAKU
1. Yesus, Kau Nahkodaku di samud’ra hidupku.
Badai topan menggeram dan gelombang menyerang.
Kemudikan bidukku, Yesus, Kau Nahkodaku!
2. Bak diusap bundanya ronta anak mereda,
ombak dashyat pun teduh, turut p’rintahMu penuh.
‘Kau Penguasa laut seru, Yesus, Kau Nahkodaku!
3. Bila tiba saatku melabuhkan bidukku,
waktu ombak mengglegar, b’ri sabdaMu kudengar,
“Jangan takut, anakKu, ‘Ku tetap Nahkodamu!”
KJ. 410 TENANGLAH KINI HATIKU
1. Tenanglah kini hatiku: Tuhan memimpin langkahku.
Di tiap saat dan kerja tetap kurasa tanganNya.
Tuhanlah yang membimbingku; tanganku dipegang teguh.
Hatiku berserah penuh; tanganku dipegang teguh.
2. Di malam yang gelap benar, di taman indah dan segar,
di taupan dan di laut tenang tetap tanganku dipegang.
Tuhanlah yang membimbingku; tanganku dipegang teguh.
Hatiku berserah penuh; tanganku dipegang teguh.
3. Tak kusesalkan hidupku, betapa juga nasibku,
sebab Engkau dekat, tanganMu kupegang erat.
Tuhanlah yang membimbingku; tanganku dipegang teguh.
Hatiku berserah penuh; tanganku dipegang teguh.
4. ‘Pabila tamat tugasku, kaub’rikan kemenanganMu;
tak kutakuti maut eram, sebab tanganku Kaugenggam.
Tuhanlah yang membimbingku; tanganku dipegang teguh.
Hatiku berserah penuh; tanganku dipegang teguh.
KJ. 411 YA CAHYA KASIH, JALANKU KELAM
1. Ya Cahya kasih, jalanku kelam; o, bimbinglah!
Rumahku jauh, gelap pun mencekam; o, bimbinglah!
Tak usah nampak akhir jalanku; cukup selangkah saja bagiku.
2. Semula aku rasa tak perlu bimbinganMu, tetapi kini
kupegang teguh bimbinganMu. Dulu ‘ku hidup
congkak-bermegah; ya Tuhanku, jangan Kau ingatlah!
3. ‘Ku yakin kuasa dan anug’rahMu membmbingku.
Di bukit, ngarai, di samud’ra pun Kau bimbing t’rus.
Fajar terbit dan nampak bagiku senyum malaikat yang menyambutku.
KJ. 412 TUNTUN AKU, TUHAN ALLAH
1. Tuntun aku, Tuhan Allah, lewat gurun dunia.
Kau perkasa dan setia; bimbing aku yang lemah.
Roti sorga, Roti sorga, puaskanlah jiwaku,
puaskanlah jiwaku.
2. Buka sumber Air Hidup, penyembuhan jiwaku,
dan berjalanlah di muka dengan tiang awanMu.
Jurus’lamat, Jurus’lamat, Kau Perisai hidupku,
Kau Perisai hidupku.
3. Pada batas Sungai Yordan hapuskanlah takutku.
Ya Penumpas kuasa maut, tuntun aku sertaMu.
Pujianku, pujianku bagiMu selamanya, bagiMu selamanya.
KJ. 413 TUHAN, PIMPIN ANAKMU
1. Tuhan, pimpin anakMu, agar tidak tersesat.
Akan jauhlah seteru, bila Kau tetap dekat
Tuhan pimpin! Arus hidup menderas;
Agar jangan ‘ku sesat, pegang tanganku erat.
2. Hanya Dikau sajalah Perlindungan yang teguh.
Bila hidup menekan, Kau harapanku penuh.
Tuhan pimpin! Arus hidup menderas;
Agar jangan ‘ku sesat, pegang tanganku erat.
3. Sampai akhir hidupku, Tuhan, pimpin ‘ku terus.
K’lak kupuji, kusembah Kau Tuhanku Penebus.
Tuhan pimpin! Arus hidup menderas;
Agar jangan ‘ku sesat, pegang tanganku erat.
KJ 414 YESUS PIMPIN LANGKAHKU
Yesus, pimpin langkahku, setiap hari di jalanMu;
Pimpin akal budiku untuk mengerti maksudMu.
KJ. 415 GEMBALA BAIK BERSULING NAN MERDU
1. Gembala baik, bersuling nan merdu, membimbing aku pada
air tenang dan membaringkan aku berteduh di padang rumput
hijau berkenan.
O, Gembala itu Tuhanku, membuat aku tent’ram hening.
Mengalir dalam sungai kasihku kuasa damai cerlang, bening.
2. Kepada domba haus dan lesu Gembala baik memb’rikan
air segar; ke dalam hati haus dan sendu dib’riNya
air hidup yang benar.
O, Gembala itu Tuhanku, membuat aku tent’ram hening.
Mengalir dalam sungai kasihku kuasa damai cerlang, bening.
3. Di jalan maut kelam sekalipun ‘ku tidak takut pada seteru,
sebab Gembala adalah Teman dan Jurus’lamat bagi diriku.
O, Gembala itu Tuhanku, membuat aku tent’ram hening.
Mengalir dalam sungai kasihku kuasa damai cerlang, bening.
KJ. 416 TERSEMBUNYI UJUNG JALAN
1. Tersembunyi ujung jalan, hampir atau masih jauh;
‘ku dibimbing tangan Tuhan ke neg’ri yang tak ‘ku tahu.
Bapa, ajar aku ikut, pa juga maksudMu, tak bersangsi atau
Takut, beriman tetap teguh.
2. Meski langkahMu semua tersembunyi bagiku, hatiku
menurut jua dan memuji kasihMu. Meski kini tak ‘ku nampak,
nanti ‘ku berbagia, apabila t’rangMu tampak dengan kemuliaannya.
3. Tuhan, janganlah biarkan kutentukan nasibku. B’rilah hanya
kudengarkan keputusan hikmatMu. Aku ini pun selaku kanak-kanak
yang bebal. Bapa jua bimbing aku ke kehidupan kekal.
4. Dengan bapa aku maju dalam malam yang kelam
ke neg’ri yang tak kutahu dengan mata terpejam…
KJ. 417 SERAHKAN PADA TUHAN
1. Serahkan pada Tuhan seluruh jalanmu;
kuatirmu semua ditanggungNya penuh.
Sedangkan angin lau dituntun tanganNya,
Pun jalan di depanmu, Tuhan mengaturnya.
2. Hendaklah kau percaya kepada Tuhanmu;
niscaya kau bahagia, kerjamu pun teguh.
Usahamu sendiri takkan menolongmu;
Tuhanmu mengingini doamu yang tekun.
3. Ya Bapa yang rahmani, Kau sungguh mengenal
yang baik bagi kami di dalam tiap hal.
Setia kaulakukan maksudMu yang tetap;
Terwujudlah semua sempurna dan lengkap.
4. Dan waktu setan maju berontak menyerang,
tak usah ragu-ragu: Allahmu yang menang!
Mustahil Allah mundur di dalam maksudNya;
RencanaNya tak luntur, teguh selamanya.
5. Beban kekuatiran lepaskan sajalah;
segala kesedihan tinggalkan segera.
Tak mampu kauatasi segala-galanya;
Rajamu yang abadi menyelesaikannya.
6. Tentulah kadang-kadang tak nampak tanganNya,
bagaikan t’lah terhadang terang anugerah,
seolah-olah Tuhan tak lagi mendengar
keluhan dan seruan di saat kau gentar.
7. Tetap senantiasa percayalah teguh;
tak mungkin kau binasa di pergumulanmu.
Tuhanmu mengalihkan yang paling susah
pun menjadi kebajikan di jalan hidupmu.
8. Alihkanlah, ya Tuhan, segala kemelut
dan ajar kami pula berjuang bertekun.
Setia Kau menjaga, membimbing umatMu
Di dalam perjalanan menuju sorgaMu.
KJ. 418 BAHT’RA YANG DIPANDU YESUS
1. Baht’ra yang dipandu Yesus, panji salib tandanya,
itu baht’ra kes’lamatan bagi orang yang resah.
Meskipun badai menyesah dan ombak menderu,
Dipandu Tuhan baht’raNya ke pantai yang teduh.
2. Hai pedosa, mari lihat panji salib terbentang!
Ikut baht’ra Jurus’lamat, agar jangan tenggelam!
Meskipun badai menyesah dan ombak menderu,
Dipandu Tuhan baht’raNya ke pantai yang teduh.
3. Matahari tampak lagi, badai topan pun reda;
bunyi riak mengiringi lagu doa yang lega.
Bersyukurlah dan angkatlah nyanyian yang merdu:
Dipandu Tuhan baht’raNya ke pantai yang teduh!
KJ. 419 YESUS, PIMPINLAH
1. Yesus, pimpinlah kami s’lamanya:
hanya Dikau kami ikut di sepanjang jalan hidup.
Tuntun umatMu masuk rumahMu.
2. B’rilah kami pun iman yang teguh,
agar jangan ditaklukkan oleh susah dan
keluhan, tapi bertekun ikut jalanMu.
3. Bila ditekan duka dan beban,
bagi kami dan sesama, o, berilah ketabahan
dan tunjukkanlah akhir yang cerah.
4. Aturlah terus langkah umatMu
dan berilah pertolongan di setiap pencobaan,
hingga kami pun masuk rumahMu.
KJ. 420 YESUS, KAWAN ANAK-ANAK
1. Yesus, Kawan anak-anak, juga Kawanku,
bimbing tangan tuntun aku sertaMu.
2. Ajar aku melakukan yang benar dan laik,
pimpin aku memikirkan hal yang baik.
3. Bimbing aku tiap saat sampai ‘ku besar,
mendengar pesan FirmanMu yang benar.
4. Tuhan takkan meninggalkan aku, kawanMu;
kuserahkan s’luruh hidup padaMu.
KJ. 421 YESUS SAJA KAWANKU MUSAFIR
1. Yesus saja Kawanku musafir, dengan Yesus jalanku senang.
Jalan dan tujuan dalam Dia. Hati dan hidupku pun tenang,
Hati dan hidupku pun tenang.
2. Di jalanku menempuh lautan, melintasi gunung dan lembah,
Jika bukan Dia memanduku, tak kucapai rumahNya baka,
tak kucapai rumahNya baka.
3. Harapanku di kala ‘ku bangun , Penjagaku jika ‘ku rebah,
Penasihat pada persimpangan, Penghiburku jika ‘ku lelah,
Penghiburku jika ‘ku lelah.
4. Yesuslah tetap tempat ‘ku mampir, Dia roti, air yang sejuk.
Berserah kepada pengasihNya badan dan jiwaku ‘kan teduh,
Badan da jiwaku ‘kan teduh.
5. Hingga malam hidup akan turun, ‘ku dipanggil ke rumah baka,
dengan Dia masuk dalam Damai, jadi tamu tidak semengga,
jadi tamu tidak semengga.
KJ. 422 YESUS BERPESAN
1. Yesus berpesan: Dalam malam g’lap kamu harus jadi
lilin gemerlap; anak masing-masing di sekitarnya,
dalam dunia ini bersinarlah!
2. Yesus berpesan: Bersinarlah t’rang; lilinmu Kulihat
malam dan siang. Anak masing-masing di sekitarnya,
untuk hormat Tuhan bersinarlah!
3. Yesus berpesan: Dunia penuh banyak macam dosa,
duka dan keluh; anak masing-masing di sekitarnya,
untuk sesamamu bersinarlah!
KJ. 423 AKU DAPAT DI HATIKU
1. Aku dapat di hatiku mutiara yang permai:
Tuhan Yesus, Kawan karib, takkan lagi tercerai.
2. Aku dapat di t’lingaku bunyi lagu yang kudus:
Jurus’lamat besertaku dan dosaku ditebus.
3. Aku dapat di mataku pemandangan mulia:
bumi baru yang membawa damai dan bahagia.
4. Aku dapat di tanganku bunga-bunga berseri:
bunga Injil bagi kamu yang kudapat kuberi.
KJ. 424 YESUS MENGINGINKAN DAKU
1. Yesus menginginkan daku bersinar bagiNya,
di mana pun ‘ku berada, ‘ku mengenangkanNya.
Bersinar, bersinar; itulah kehendak Yesus;
bersinar, bersinar, aku bersinar terus.
2. Yesus menginginkan daku menolong orang lain,
manis dan sopan selalu, ketika ‘ku bermain.
Bersinar, bersinar; itulah kehendak Yesus;
bersinar, bersinar, aku bersinar terus.
3. Ku mohon Yesus menolong menjaga hatiku,
agar bersih dan bersinar meniru Tuhanku.
Bersinar, bersinar; itulah kehendak Yesus;
bersinar, bersinar, aku bersinar terus.
4. Aku ingin bersinar dan melayaniNya,
hingga di sorga ‘ku hidup senang bersamaNya.
Bersinar, bersinar; itulah kehendak Yesus;
bersinar, bersinar, aku bersinar terus.
KJ. 425 BERKUMANDANG SUARA DARI SEBERANG
1. Berkumandang suara dari seberang, “Kirimlah cahyamu!”
Banyak jiwa dalam dosa mengerang, “Kirimlah cahyamu!”
Kirimlah pelita Injili menyentak yang terlelap.
Kirimlah pelita Injili menyentak yang terlelap.
2. Kita t’lah dengar jeritan dari jauh, “Kirimlah cahyamu!”
Bantuanmu b’rikan, janganlah jemu, “Kirimlah cahyamu!”
Kirimlah pelita Injili menyentak yang terlelap.
Kirimlah pelita Injili menyentak yang terlelap.
3. Jangan kita tinggal diam mendengar: “Kirimlah cahyamu!”
Injil Tuhan haruslah kita sebar, “Kirimlah cahyamu!”
Kirimlah pelita Injili menyentak yang terlelap.
Kirimlah pelita Injili menyentak yang terlelap.
KJ. 426 KITA HARUS MEMBAWA BERITA
1. Kita harus membawa berita pada dunia dalam gelap
tentang kebenaran dan kasih dan damai yang menetap,
dan damai yang menetap.
Karna g’lap jadi remang pagi, dan remang jadi siang t’rang.
Kuasa Kristus ‘kan nyatalah, rahamani dan cemerlang.
2. Kita harus menyanyikan gita melembutkan hati keras,
supaya senjata Iblis remuk dan seg’ra lepas,
remuk dan seg’ra lepas.
Karna g’lap jadi remang pagi, dan remang jadi siang t’rang.
Kuasa Kristus ‘kan nyatalah, rahamani dan cemerlang.
3. Kita harus membawa berita: Allah itu kasih belas.
Dib’rikan Putra tunggalNya, supaya kita lepas,
supaya kita lepas.
Karna g’lap jadi remang pagi, dan remang jadi siang t’rang.
Kuasa Kristus ‘kan nyatalah, rahamani dan cemerlang.
4. Kita harus bersaksi di dunia tentang kuasa darah kudus.
Semoga yang masih sangsi terima Sang Penebus,
Terima Sang Penebus.
Karna g’lap jadi remang pagi, dan remang jadi siang t’rang.
Kuasa Kristus ‘kan nyatalah, rahamani dan cemerlang.
KJ. 427 ‘KU SUKA MENUTURKAN
1. ‘Ku suka menuturkan cerita mulia, cerita Tuhan Yesus
dan cinta kasihNya. ‘Ku suka menuturkan cerita yang benar,
penawar hati rindu, pelipur terbesar.
‘Ku suka menuturkan, ‘ku suka memasyurkan cerita
Tuhan Yesus dan cinta kasihNya.
2. ‘Ku suka menuturkan cerita mulia yang sungguh melebihi
impian dunia. ‘Ku suka menuturkan semua padamu,
sebab cerita itu membawa s’lamatku.
‘Ku suka menuturkan, ‘ku suka memasyurkan cerita
Tuhan Yesus dan cinta kasihNya.
3. ‘Ku suka menuturkan cerita mulia; setiap kuulangi
bertambah manisnya. ‘Ku suka menuturkan sabdaNya
yang besar; dan yang belum percaya, supaya mendengar.
‘Ku suka menuturkan, ‘ku suka memasyurkan cerita
Tuhan Yesus dan cinta kasihNya.
4. ‘Ku suka menuturkan cerita mulia; pun bagi
yang percaya tak hilang indahnya. Dan nanti kunyanyikan
di sorga yang kekal cerita termulia yang lama kukenal.
‘Ku suka menuturkan, ‘ku suka memasyurkan cerita
Tuhan Yesus dan cinta kasihNya.
KJ. 428 LIHATLAH SEKELILINGMU
1. Lihatlah sekelilingmu, pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang, sudah matang
untuk dituai!
Lihatlah sekelilingmu, pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang, sudah matang
untuk dituai!
2. Apa arti ladang-ladang, apa yang perlu dituai?
Ladang itu seluruh dunia, manusialah tuaiaannya.
Lihatlah sekelilingmu, pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang, sudah matang
untuk dituai!
3. Milik siapa ladang itu? Untuk siapa tuaiannya?
Milik Allah dan untuk Allah isi dunia kerajaanNya.
Lihatlah sekelilingmu, pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang, sudah matang
untuk dituai!
4. Bukankah seisi dunia dicemarkan oleh dosa?
Tapi Allah mengutus Jurus’lamat untuk semua.
Lihatlah sekelilingmu, pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang, sudah matang
untuk dituai!
5. Memang banyaklah tuaian; pekerja hanya sedikit.
Minta Dia yang punya ladang mengirimkan penuai lagi.
Lihatlah sekelilingmu, pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang, sudah matang
untuk dituai!
6. Apa kita pun terpilih mengerjakan tugas itu?
Kita juga dipilih Tuhan dan diutus ke dalam dunia.
Lihatlah sekelilingmu, pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang, sudah matang
untuk dituai!
KJ. 429 MASIH BANYAK ORANG BERJALAN
1. Masih banyak orang berjalan dalam kuasa yang gelap.
Tuhan, tolong kami sadarkan tiap orang yang sesat.
O, berilah keselamatan pada orang yang Kautebus,
agar mereka mendapatkan perjanjianMu yang kudus.
2. Andaikata dulu muridMu tidak sudi bekerja mengabarkan
cinta kasihMu pada dunia bercela, maka Injil yang
Kauberikan pasti kini tak tersebar, sehingga dunia akan hilang,
Tetap berdosa, bercemar.
3. Utus kami menjadi saksi yang setia beriman, mengisahkan
kasih sorgawi pada orang berbeban. Roh Kuduslah yang
mengurapi, agar kami tetap tekun di dalam kasih melayani
setiap orang berkeluh.
KJ. 430 HARUSKAH HANYA PENEBUS
1. Haruskah hanya hanya Penebus memikul salib b’rat?
O, tidak, tapi kita pun tak luput berpenat.
2. Kupikul salibku terus sehingga akhirnya kudapat
dari Penebus mahkota yang baka.
3. Kelak di pinggir laut kristal mahkota itu pun
kus’rahkan sambil bersyukur di kaki Penebus.
4. Betapa orang yang kudus, sehabis berlelah,
di sorga berbahagia terhapus d’ritanya.
5. O, salib, kau junjunganku, mahkota mulia.
Kau, Yesus, kebangkitanku, hidupku s’lamanya.
KJ. 431 MARI MENJADI PENJALA ORANG
Mari menjadi penjala orang. Mari mencari jiwa yang hilang;
Dalam iman yang teguh isi pukatmu penuh. Bawa jiwa yang
Berharga masuk rumah Bapa.
KJ. 432 JIKA PADAKU DITANYAKAN
1. Jika padaku ditanyakan apa akan kub’ritakan pada dunia
yang penuh penderitaan, ‘kan kusampaikan kabar baik pada
orang-orang miskin, pembebasan bagi orang yang ditawan;
yang buta dapat penglihatan, yang tertindas dibebaskan;
sungguh tahun rahmat sudah tiba. K’rajaan Allah penuh
kurnia itu berita bagi isi dunia.
2. Jika padaku ditanyakan apa akan kusampaikan pada dunia
yang penuh dengan cobaan, aku bersaksi dengan kata, tapi
juga dengan karya menyampaikan kasih Allah yang sejati.
T’lah tersedia bagi kita pengampunan dan anug’rah,
kes’lamatan dalam Kristus, PuteraNya. K’rajaan Allah
penuh kurnia itu berita bagi isi dunia.
KJ. 433 AKU SUKA MEMBAGI
1. Aku suka membagi pada orang tak punya,
agar Tuhan dipuji tiap orang di dunia.
2. Pun kepada Tuhanku kuberi persembahan;
tangan kiri tak tahu apa laku yang kanan.
3. Janda miskin pun layak persembahan syukurnya,
memberi lebih banyak daripada yang kaya.
KJ. 434 ALLAH ADALAH KASIH DAN SUMBER KASIH
1. Allah adalah Kasih dan Sumber kasih. Bukalah hatimu bagi FirmanNya.
FirmanNya: “Kamu dalam dunia, bukan dari dunia. Akulah yang memikul sengsaramu.”
2. Allah adalah Kasih dan Sumber kasih. Bukalah hatimu bagi FirmanNya.
FirmanNya: “Musuhmu kasihilah dan berdoa baginya. Musuhmu kasihilah dan berdoa baginya: Aku yang mendamaikan sengketamu.”
3. Allah adalah Kasih dan Sumber kasih. Bukalah hatimu bagi FirmanNya.
FirmanNya: “Gandum harus dipendam, baru banyak buahnya. Gandum harus dipendam, baru banyak buahnya: demikian kasihKu di dalammu.”
4. Allah adalah Kasih dan Sumber kasih. Bukalah hatimu bagi FirmanNya.
FirmanNya: “Jangan hatimu gentar, jangan bimbang dan sendu. Jangan hatimu gentar, jangan bimbang dan sendu: Aku ‘kan besertamu selamanya.”
KJ. 435 KETIKA TUHANKU DISALIB
1. Ketika Tuhanku disalib, dosaku pun dipaku serta.
Terharu hatiku menjerit: kasihMu tiada imbangNya!
2. Tetapi dari maut ngeri Tuhanku bangkit agung megah
dan kidung baru ‘ku diberi: kasihMu jaya selamanya!
3. Di saorga tinggi mahaterang Tuhanku naik takhta baka.
Bergaung madah dengan tembang: kasihMu adil dan mulia!
4. SabdaMu kuamalkan terus dan dari pagi sampai petang
‘ku ikut dikau, o Penebus: di dalam kasihMu ‘ku menang!
KJ. 436 LAWANLAH GODAAN
1. Lawanlah godaan, s’lalu bertekun; tiap kemenangan
kau tambah teguh; nafsu kejahatan harus kautentang;
harap akan Yesus: pasti kau menang.
Mintalah pada Tuhan, agar kau dikuatkan;
Ia b’ri pertolongan: pastilah kau menang.
2. Tinggalkan yang jahat, dosa dicegah; tindakanmu
tulus tiada bercela: junjung kebenaran, hidup dalam
t’rang, harap akan Yesus: pasti kau menang.
Mintalah pada Tuhan, agar kau dikuatkan;
Ia b’ri pertolongan: pastilah kau menang.
3. Allah memberikan tajuk mulia bagi yang berjaya
di dalam iman; Kristus memulihkan kau yang
tertekan, harap akan Yesus: pasti kau menang.
Mintalah pada Tuhan, agar kau dikuatkan;
Ia b’ri pertolongan: pastilah kau menang.
KJ. 437 KUCOBA
1. Kucoba, teman, di dalam dunia berkasih sayang! Amin, amin.
Buktikan, teman, di dalam dunia kasih sayangmu! Amin, amin.
2. Kucoba, teman, di dalam dunia bersukacita. Amin, amin.
Buktikan, teman, di dalam dunia dunia sukacitamu! Amin, amin.
3. Kucoba, teman, di dalam damai sejaht’ra. Amin, amin.
Buktikan, teman, di dalam dunia damai sejaht’ra. Amin, amin.
4. Kucoba, teman, di dalam dunia tetap bersabar. Amin, amin.
Buktikan, teman, di dalam dunia kessabaranmu! Amin, amin.
5. Kucoba, teman, di dalam dunia bermurah hati. Amin, amin.
Buktikan, teman, di dalam dunia murah hatimu! Amin, amin.
6. Kucoba, teman, di dalam dunia berbuat baik. Amin, amin.
Buktikan, teman, di dalam dunia kebaikanmu! Amin, amin.
7. Kucoba, teman, di dalam dunia tetap setia. Amin, amin.
Buktikan , teman, di dalam dunia tetap setia Amin, amin.
8. Kucoba, teman, di dalam dunia lemah lembut. Amin, amin.
Buktikan, teman, di dalam dunia lemah lembutmu! Amin, amin.
9. Kucoba, teman, di dalam dunia kuasai diri. Amin, amin.
Buktikan, teman, di dalam dunia kuasai diri! Amin, amin.
KJ. 438 APAPUN JUGA MENIMPAMU
1. Apapun juga menimpamu, Tuhan menjagamu.
Naungan kasihNya pelindungmu, Tuhan menjagamu.
Tuhan menjagamu waktu tenang atau tegang,
Ia menjagamu, Tuhan menjagamu.
2. Bila menanggung beban berat, Tuhan menjagamu.
Masa depanmu kelam pekat? Tuhan menjagamu.
Tuhan menjagamu waktu tenang atau tegang,
Ia menjagamu, Tuhan menjagamu.
3. DipeliharaNya hidupmu; Tuhan menjagamu
dan didengarkanNya doamu; Tuhan menjagamu.
Tuhan menjagamu waktu tenang atau tegang,
Ia menjagamu, Tuhan menjagamu.
4. Cobaan apa mengganggumu? Tuhan menjagamu.
Buatlah Yesus sandaranmu; Dia menjagamu.
Tuhan menjagamu waktu tenang atau tegang,
Ia menjagamu, Tuhan menjagamu.
KJ. 439 BILA TOPAN K’RAS MELANDA HIDUPMU
1. Bila topan k’ras melanda hidupmu, bila putus asa dan letih lesu,
berkat Tuhan satu-satu hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasihNya.
Berkat Tuhan, mari hitunglah, kau ‘kan kagum oleh kasihNya.
Berkat Tuhan mari hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasihNya.
2. Adakah beban membuat kau penat, salib yang kaupikul menekan berat?
Hitunglah berkatNya, pasti kau lega dan bernyanyi t’rus penuh bahagia!
Berkat Tuhan, mari hitunglah, kau ‘kan kagum oleh kasihNya.
Berkat Tuhan mari hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasihNya.
3. Bila kau memandang harta orang lain, ingat janji Kristus yang lebih permai;
hitunglah berkat yang tidak terbeli milikmu di sorga tiada terperi.
Berkat Tuhan, mari hitunglah, kau ‘kan kagum oleh kasihNya.
Berkat Tuhan mari hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasihNya.
4. Dalam pergumulanmu di dunia janganlah kuatir, Tuhan adalah!
Hitunglah berkat sepanjang hidupmu, yakinlah, malaikat meyertaimu!
Berkat Tuhan, mari hitunglah, kau ‘kan kagum oleh kasihNya.
Berkat Tuhan mari hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasihNya.
KJ. 440 DI BADAI TOPAN DUNIA
1. Di badai topan dunia Tuhanlah Perlindunganmu;
kendati goncang semesta, Tuhanlah Perlindunganmu!
Ya, Yesus Gunung Batu di dunia, di dunia, di dunia;
Ya, Yesus Gunung Batu di dunia, tempat berlindung yang teguh.
2. Baik siang maupun malam g’lap, Tuhanlah Perlindunganmu;
niscaya takutmu lenyap, Tuhanlah perlindunganmu!
Ya, Yesus Gunung Batu di dunia, di dunia, di dunia;
Ya, Yesus Gunung Batu di dunia, tempat berlindung yang teguh.
3. Dan biar badai menyerang, Tuhanlah Perlindunganmu;
padaNya kau tetap tent’ram, Tuhanlah Perlindunganmu!
Ya, Yesus Gunung Batu di dunia, di dunia, di dunia;
Ya, Yesus Gunung Batu di dunia, tempat berlindung yang teguh.
4. Ya Gunung Batu yang tetap, Engkaulah Perlindunganku;
di tiap waktu dan tempat Engkaulah Perlindunganku!
Ya, Yesus Gunung Batu di dunia, di dunia, di dunia;
Ya, Yesus Gunung Batu di dunia, tempat berlindung yang teguh.
KJ. 441 ‘KU INGIN MENYERAHKAN
1. ‘Ku ingin menyerahkan seluruh hidupku, sekalipun tak layak,
kepada Tuhanku. Kubunuh keinginan dan hasrat hatiku, supaya
hanya Tuhan mengisi hidupku.
2. Di waktu kesusahan tak usah ‘ku gentar; dib’riNya perlindungan,
hatiku pun segar. DarahNya dicurahkan, nyawaNya pun dib’ri,
teruraslah jiwaku, hidupku berseri.
3. Tentu beban tak tanggal, lenyap serta merta, dan salib yang kupikul
tak jatuh segera. Kendati demikian, bertambah dayaku, sebab
pengasihanNya menopang hidupku.
4. Setiap aku jatuh, dirangkul ‘ku erat, tak kunjung dibiarkan anakNya
tersesat. Dan RohNya menerangkan kasihNya yang besar, sehingga
dalam susah hatiku bergemar.
5. KasihNya menetukan waktuNya tepat memanggil aku pulang,
yang rindu dan penat. Di sorga kusampaikan pujian, syukurku,
sebab db’ri ujian di dalam hidupku.
KJ. 442 TENTERAMLAH, HAI JIWAKU
1. Tenteramlah, hai jiwaku: Allah Raja semesta.
Dunia berubah, tak berubah Khaliknya.
2. Orang cari perubahan, menyesal sesudahnya,
sambil ingin hal yang baru, rindu masa silamnya.
3. Tenteramlah, hai jiwaku, dan rindukan Allahmu.
Biar dunia berubah, Allah Raja hidupmu!
KJ. 443 KAU SUKACITA
1. Kau sukacita dalam derita, Yesus Kristus mulia.
Sudah Kaubawa kurnia sorga, Jurus’lamat dunia.
Kau melepaskan kami yang malang; padaMu saja
kami percaya, tidak ‘kan jatuh. Haleluya! Dalam
kasihMu kami berlindung. Tiada kuasa yang
memisahkan kami daripadaMu. Haleluya!
2. Bila Kau hadir, kami tak kuatir kuasa Iblis,
kuasa maut. Kau mengalahkan tiap ancaman;
Kau enyahkan kemelut. NamaMu, Tuhan, kami
Agungkan. Di hadapanMu kami umatMu bersukaria.
Haleluya! Kar’na percaya kami pun jaya; puji-pujian
Kami nyanyikan: Tuhan setia! Haleluya!
KJ. 444 MENGUCAP SYUKURLAH
Mengucap syukurlah di dalam segala hal, sebab itulah
Yang dikehendaki Allah di dalam Yesus Kristus bagimu.
Mengucap syukurlah! Mengucap syukurlah!
KJ. 445 HARAP AKAN TUHAN
1. Harap akan Tuhan, hai jiwaku! Dia perlindungan
dalam susahmu. Jangan resah, tabah berserah,
kar’na habis malam pagi merekah. Dalam derita
dan kemelut Tuhan yang setia, Penolongmu!
2. Harap akan Tuhan, hai jiwaku! Dia perlindungan
dalam susahmu. Walau sendu, hatimu remuk,
Tuhan mengatasi tiap kemelut. Ya Tuhan, tolong
‘ku yang lemah: setiaMu kokoh selamanya!
3. Harap akan Tuhan, hai jiwaku! Dia perlindungan
dalam susahmu. Jalan sedih nanti berhenti;
Yesus memberikan hidup abadi. Habis derita di dunia,
purna sukacita. Haleluya!
KJ. 446 SETIALAH
1. Setialah kepada Tuhanmu, hai kawan yang penat.
Setialah, sokonganNya tentu di jalan yang berat.
‘Kan datang Raja yang berjaya menolong orang
yang percaya. Setialah!
2. Setialah percaya Penebus, percaya janjiNya.
Seialah, berjuanglah terus di fajar merekah.
DiputuskanNya rantai setan: kau bebas dari kesempitan.
Setialah!
3. Setialah! Bertahanlah tetap sehingga kau menang.
Setialah! Selamatmu genap, sesudah berperang.
Meski bertambah marabaya, t’lah hampir habis susah payah.
Setialah!
4. Setialah kepada Yang Menang, meski maut kautempuh.
Setialah! Sehabis berperang terima upahmu: mahkota
Hidup diberiNya; kaumasuk dalam t’rang ceria.
Setialah!
KJ. 447 DALAM RUMAH YANG GEMBIRA
1. Dalam rumah yang gembira bunga Injil berseri; dalam kasih
yang setia ‘ku berbakti tak henti. Rut, Deborah dan Maria
jadi contoh bagiku. ‘Ku berjanji dan sedia, mara dapat kutempuh.
2. Dukacita dan keluhan tak menggoncang hatiku. Sukacita sabda
Tuhan, itulah pelitaku. Lihatlah sesama kita dalam susah terbenam,
Mari angkatlah pelita dan pancarkanlah terang.
3. Menyebarkan sukacita dan menghibur yang lelah, itulah panggilan
kita dalam dunia yang resah. Kita binalah bersama tunas bangsa
yang besar dalam hidup sederhana, dalam kasih yang segar.
KJ. 448 ALANGKAH INDAHNYA
1. Alangkah indahnya serikat beriman, cerminan kasih
Tuhannya di dalam sorga t’rang.
2. Baik suka, baik keluh berpadu berserah;
segala doa bertemu di takhta rahmatNya.
3. Sengsara dan beban ‘kan ringan rasanya,
sebab saudara seiman memikulnya serta.
4. Kendati sebentar berpisah tersedu,
di dalam Kristus kita k’lak kembali bertemu!
KJ. 449 TUHAN DALAM SORGA
1. Tuhan dalam sorga, Khalik dunia,
mengenal semua anak-anakNya.
2. Ia mendengarkan doa dan keluh;
Tuhan siang-malam Bapa bagimu!
3. Hidup dan makanan diberikanNya,
Yang membuka tangan untuk yang lemah.
4. Mari kita cari kerajaanNya
tiap-tiap hari bagi dunia!
KJ. 450 HIDUP KITA YANG BENAR
1. Hidup kita yang benar haruslah mengucap syukur.
Dalam Kristus bergemar; janganlah tekebur.
Dalam susah pun senang; dalam segala hal
Aku bermazmur dan ucap syukur; itu kehendakNya!
2. Biar badai menyerang, biar ombak menyerang,
aku akan bersyukur kepada Tuhanku.
Dalam susah pun senang; dalam segala hal
Aku bermazmur dan ucap syukur; itu kehendakNya!
3. Apa arti hidupmu? Bukankah ungkapan syukur,
kar’na Kristus, Penebus, berkurban bagimu!
Dalam susah pun senang; dalam segala hal
Aku bermazmur dan ucap syukur; itu kehendakNya!
4. Bertekun bersykurlah hingga suaraNya kaudengar:
“Sungguh indah anakKu, ungkapan syukurmu.”
Dalam susah pun senang; dalam segala hal
Aku bermazmur dan ucap syukur; itu kehendakNya!
5. Tuhan Yesus, tolonglah, sempurnakan syukurku.
Roh Kudus berkuasalah di dalam hidupku!
Dalam susah pun senang; dalam segala hal
Aku bermazmur dan ucap syukur; itu kehendakNya!